Kamis, 12 Juni 2008

Peralatan dan Personel Diskar Jauh dari Ideal

Semuanya Serba Terbatas


PEKERJA memperbaiki badan salah satu unit mobil Dinas Kebakaran Kota Bandung di Jln. Sukabumi Kota Bandung, Selasa (10/6). Di tengah kecepatan dan kesigapan para pemadam kebakaran, kerja mereka belum diimbangi dengan sarana dan prasarana yang memadai. Hingga saat ini, petugas Pemadam Kebakaran Kota Bandung hanya menggunakan perlengkapan seadanya.* USEP USMAN NASRULLOH


KAMIS, 7 Februari 2008, waktu menunjukkan pukul 22.00 WIB. Warga berkerumun di depan sebuah supermarket di kompleks Taman Kopo Indah III yang dilalap api. Tidak berapa lama, terdengar suara sirine mobil pemadam kebakaran. Dengan cepat para petugas pemadam kebakaran mengeluarkan selang dan segera menyemprotkan air ke titik api. Dengan menggunakan enam mobil pemadam dan menghabiskan air 24 m3, sekitar pukul 3.00 WIB api berhasil dipadamkan. Bertaruh dengan nyawa, "sang satria biru" dengan sigap segera menguasai keadaan.

Ya, nyawa memang menjadi taruhan mutlak seorang petugas pemadam kebakaran. "Sebagai petugas pemadam kebakaran, kami harus selalu siap dalam keadaan apa pun. Namun, ada baiknya, masyarakat pun membantu kami dengan proteksi kebakaran sedini mungkin," kata Kepala Dinas Kebakaran (Diskar) Kota Bandung Ir. Prijo Soebiandono, M.Sc. di kantor Diskar Kota Bandung, Jln. Sukabumi, Bandung, Jumat (6/6).

Akan tetapi, kecepatan dan kesigapan para pemadam kebakaran tersebut masih belum diimbangi dengan sarana dan prasarana yang memadai. Hingga saat ini, para petugas tersebut hanya menggunakan perlengkapan seadanya. Contohnya, alat penerobos api. Saat ini Diskar Kota Bandung hanya memiliki dua baju khusus yang bisa digunakan untuk menerobos api. Padahal, menurut Prijo, idealnya Diskar Kota Bandung memiliki 10 baju penerobos api.

Tidak hanya itu, alat-alat proteksi diri lainnya, seperti masker dan sepatu tahan api masih kurang. "Saat ini, petugas kami hanya menggunakan sepatu tentara biasa saja. Itu kan tidak tahan api ataupun bahan kimia lainnya. Pernah saat kebakaran toko kimia, petugas kami sampai ada yang sol sepatunya bolong karena terkena bahan kimia. Itu kan berbahaya," kata Prijo.

Selain itu, Diskar Kota Bandung masih kekurangan dalam perlengkapan pompa air, seperti submarsibel pump. Pompa dengan selang sepanjang 5 km ini efektif digunakan untuk menangani daerah padat hunian yang sulit dijangkau mobil . Sementara itu, kemampuan jangkauan mobil Diskar hanya bisa mencapai 500 meter. "Misalkan, kita harus memasuki kebakaran yang melewati gang sepanjang 1 kilometer itu bisa menjadi kesulitan, namun dengan adanya pompa ini kita bisa atasi kendala tadi," katanya.

Dilihat dari jumlah tenaga, kekuatan Diskar pun belum memadai. Menurut Prijo, jumlah petugas pemadam kebakaran di lapangan yang hanya 120 personel masih sangat kurang. Belum lagi jika dikaitkan dengan kendaraan operasional. Saat ini, jumlah mobil pemadam yang dimiliki Diskar Kota Bandung hanya 29 mobil dengan jenis dan fungsi berbeda. Padahal, dalam standar internasional, idealnya, setiap satu mobil melayani 10.000 orang penduduk.

Dengan kondisi Kota Bandung yang berpenduduk 2,2 juta orang lebih, seharusnya paling tidak ada 220 mobil. "Untuk satu mobil dilayani oleh 15 petugas yang terbagi dalam tiga shift. Jadi untuk 22 mobil, seharusnya ada sekitar 330 personel. Jadi, selain kekurangan mobil, personelnya pun masih kurang," kata Prijo.

Situasi tersebut diperparah dengan terbatasnya cakupan area operasional. Idealnya, Diskar kota Bandung terbagi ke dalam lima wilayah, yaitu utara, selatan, timur, barat dan tengah. Sementara saat ini Diskar Bandung hanya memiliki dua posko, yaitu di posko pusat Jln. Sukabumi dan di timur Kompleks Arya Graha (Makro Jln. Soekarno-Hatta).

Masalah lain yang harus dihadapi Diskar adalah minimnya ketersediaan hidran yang dapat digunakan. Sebenarnya Bandung memiliki sekitar 500 hidran. "Tapi, kecil-kecil semua airnya. Percuma kita sedot air yang kecil, bisa habis setengah jam. Ya, bisa ludes dong rumahnya kalau kita tunggu itu," kata Prijo.

**

Di tengah potensi ancaman kebakaran yang tinggi, Kota Bandung ternyata hanya mengandalkan dari satu hidran yang kekuatan airnya cukup besar, yaitu hidran di Jln. Supratman. Namun, Mei lalu telah ditemukan 12 titik hidran lain yang tekanan airnya cukup besar. "Dengan adanya penambahan titik-titik hidran tersebut artinya petugas pemadam kebakaran tidak perlu lagi bolak-balik ke hidran Supratman. Kami bisa memanfaatkan hidran yang terdekat," kata Prijo.

Sebenarnya Diskar sudah mengajukan surat kepada PDAM Kota Bandung untuk pembuatan hidran di Diskar Jln. Sukabumi agar para petugas tidak perlu ke Supratman dulu untuk mengambil air. Namun, menurut Kepala Bidang Distribusi PDAM Kota Bandung Tian Sopian, Jln. Sukabumi termasuk daerah yang tekanan airnya kecil. "Memang bisa saja dibuatkan hidran di sana, tapi karena tekanannya kecil, ya akan percuma," kata Tian.

Mengenai masalah sedikitnya hidran yang bisa digunakan, Tian mengungkapkan, hal tersebut disebabkan oleh tekanan air di lapangan kecil. Selain itu, pendistribusian air pun memiliki jadwalnya masing-masing pada waktu-waktu tertentu. "Kendala yang terjadi di lapangan adalah masalah tekanan air. Mobil pemadam kebakaran kan tingginya sekitar 3 m sehingga untuk bisa sampai ke mobil tersebut, tekanan airnya harus 4 m atau 5 m. Sementara air yang ada tekanannya hanya 2 m. Itulah yang terjadi di lapangan. Jadi, bukan karena airnya tidak ada. Airnya ada, tapi tekanannya kurang," kata Tian.

Untuk mengoptimalkan fungsi hidran, PDAM saat ini akan melakukan perbaikan aliran air. "Kami mencoba untuk menaikkan tekanan air menjadi minimal 1 bar atau 10 m. Selain itu, kami pun akan melakukan rehabilitasi pipa dan penertiban penggunaan air," kata Tian.

**

KONDISI yang serba sangat terbatas itu tidak lantas membuat Diskar menjadi patah arang. Berbagai upaya dilakukan dalam rangka mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran.

Tahun 2008 Diskar telah melantik 1.200 satuan relawan kebakaran (satwankar) yang tersebar di setiap kelurahan. Para anggota satwankar yang berasal dari masyarakat tersebut mendapat pelatihan bagaimana cara menanggulangi kebakaran.

"Hal ini dilakukan supaya masyarakat itu menjadi ujung tombak dari bahaya kebakaran. Kalau kita lihat, mungkin banyak kebakaran kecil yang langsung bisa ditanggulangi satwankar itu. Kalaupun dia memang tidak bisa menanggulangi, ia akan langsung menelefon ke 113. Jadi, saat ini kita sedang memperbanyak jumlah satwankar," kata Prijo.

Selain satwankar, Diskar juga melakukan upaya lain, seperti penyuluhan ke berbagai tempat, mulai dari pasar, pusat perbelanjaan, hotel, hingga gedung-gedung perkantoran. Hal ini dilakukan agar masyarakat lebih mawas diri terhadap bahaya kebakaran. Apalagi, sekarang sudah memasuki musim kemarau.

Pada musim ini, menurut Prijo, tingkat kebakaran cenderung meningkat. Tempat-tempat yang biasanya rawan kebakaran adalah daerah permukiman padat penduduk, pasar, tempat-tempat hiburan, dan toko-toko bahan kimia.

Dia juga mengharapkan agar masyarakat lebih "menghargai" petugas pemadam kebakaran. Pasalnya, selama ini penelefon gelap dan pemberi laporan palsu masih menjadi salah satu hal yang "mengganggu" keseharian para "satria biru".

Menurut Prijo, tak kurang dari 100 penelefon gelap menghubungi Diskar setiap harinya dan melaporkan kejadian palsu. Oleh karena itu, Prijo mengemukakan penggunaan konsep sistem komunikasi informasi kebakaran (SKIK). Sistem ini didukung oleh mekanisme global positioning system (GPS) untuk memantau titik api. Dengan demikian, laporan palsu akan mudah diketahui karena titik api akan terpantau di layar monitor operator.

"SKIK itu akan diujicobakan 15 Juni nanti. Targetnya, 2009 nanti kami sudah bisa menggunakan SKIK tersebut," tuturnya.

Dia juga menambahkan, masyarakat perlu mengetahui bahwa saat ini pemadam kebakaran tidak hanya sebatas memadamkan kebakaran saja. Lebih jauh lagi, Diskar juga mengurusi berbagai hal yang berkaitan dengan keselamatan nyawa manusia. "Kami memiliki program yang dinamakan rescue atau penyelamatan. " Panggil saja 113, kami akan datang," kata Prijo. (Birny Birdieny/Fitri Rumantris/Joko Pambudi)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar