Sabtu, 21 Juni 2008

RUU Pos dan "e-sign"

Oleh Dhanang Widijawan, S.H., M.H.

Akselerasi perubahan secara masif harus menjadi agenda penting Pos Indonesia (Posindo), yang pada 20 Juni 2008 telah "mengomunikasikan informasi" selama 262 tahun, sejak didirikan Gubernur Jenderal G.W. Baron van Imhoff di Batavia, 26 Agustus 1746. Berbekal an exciting experience, BUMN ini mestinya memberikan excellence serviceable bagi kepentingan yang lebih mendasar, luas, dan signifikan, yang dilandasi efisiensi sistem operasi dan manajemen.

Efisiensi, sesuai Konstitusi Perhimpunan Pos Sedunia (Universal Postal Union/UPU), harus segera diupayakan melalui optimalisasi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan kerja sama (internasional). Efisiensi Posindo tak semata tuntutan pasar global. Lebih dari itu, Indonesia sebagai Administrasi Pos (contracting parties) UPU, mengemban visi melalui peran strategis untuk menjadi salah satu faktor enabler terwujudnya kesejahteraan dan ketahanan nasional (ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hankam).

Efisien

Efisiensi sistem operasi dan manajemen pos di berbagai negara dilandasi oleh grand design secara progresif yang termanifestasikan menjadi brand image bersama. Pos Singapura (SingPost) misalnya, menyediakan excellence serviceable melalui self-service automated machines (SAMs) secara nonstop. Dengan luas wilayah 646 km2 dan penduduk sekitar 4,5 juta, SingPost menyediakan layanan one-stop center. Selain kantor pos, jasa SingPost dijumpai di sentra-sentra perdagangan dan stasiun-stasiun (MRT/mass rapid transit).

Efisiensi struktur organisasi dan jasa dicitrakan Pos Malaysia yang melayani wilayah 329.750 km2 dengan penduduk sekitar 23 juta. Pos Malaysia memiliki struktur organisasi dan jasa mirip Indonesia. Dalam hal diferensiasi produk layanan, Pos Malaysia terkesan lebih "simple" dibandingkan dengan Posindo yang menawarkan 150-an produk. Jenis produk layanan yang berlebihan dapat berdampak negatif seperti tidak fokus pada bisnis inti, tumpang tindih, dan membingungkan. Oleh karena itu, mudah dilupakan.

Berbeda dengan Pos Jepang. Efisiensi yang dicitrakan ternyata menghasilkan "kedekatan" dengan masyarakat. Pos Jepang yang melayani wilayah 377.837 km2 dengan penduduk sekitar 127 juta merealisasikan "kedekatan", setidaknya secara fisik, terutama dengan lembaga/instansi pemerintah/fasilitas umum. Jarak servive point Pos Jepang (Merpati Pos, Suratkabar.com, 8/1/03), masing-masing, dengan SD 1,1 km, kantor polisi 1,4 km, alun-alun kota 2,1 km, kantor pemadam kebakaran 2,3 km, rumah sakit 4,1 km, puskesmas 5,9 km, pengadilan 7,4 km, kantor pajak 7,6 km, dan kantor asuransi 9,9 km.

Efisiensi yang berkaitan dengan TIK, ditunjukkan Pos Italia yang memiliki wilayah 301.336 km2 dengan penduduk sekitar 58 juta. Pos Italia, secara online, dapat memberikan excellence serviceable dengan cara mengatur penerimaan dan pengeluaran berkaitan dengan biaya sekolah/kuliah dan biaya tempat tinggal pelajar/mahasiswa. Bahkan, pada awal tahun ini, Pos Italia telah menyelenggarakan jasa sertifikasi digital (SD). Manfaat SD, di antaranya, meningkatkan kredibilitas sehingga Pos Italia digunakan sebagai tempat penyimpanan dokumen berkaitan dengan utang nasabah bank. Kelak, apabila utang bank telah lunas, nasabah berhak kembali atas dokumen miliknya setelah memperoleh autentikasi melalui cap elektronik Pos Italia.

Ilustrasi-ilustrasi tersebut merupakan tantangan bagi Posindo untuk meningkatkan efisiensi sistem operasi dan manajemen. Mengingat, wilayah Indonesia seluas 1,9 juta km² (15 terluas) dan jumlah penduduk 230-an juta (4 terbesar) dari 194 negara di dunia. Termasuk, ragam kondisi geografis.

Posindo memiliki outlet fisik dan virtual. Layanan fisik mencakup 3.428 kantor, 2.075 mobile, 16.314 service point kerja sama pihak lain, dan 981 titik layanan pada lokasi transmigrasi/daerah yang baru dibuka/terpencil. Layanan virtual mencakup 2.043 outlet dan 63 community access point (CAP)/warmasif (warung masyarakat informasi).

Secara administratif pemerintahan, outlet Posindo menghubungkan 33 provinsi (100% dari total 33), 440 kota/kabupaten (100% dari total 440), 3.760 kecamatan (71,4% dari total 5.269), dan 34.723 kelurahan/desa (49,7% dari total 69.919). Dengan demikian, total wilayah kecamatan dan kelurahan/desa yang dijaring oleh outlet Posindo adalah 38.483 dari 75.188 (51,2%).

Jumlah 51,2% dari total 75.188 (kecamatan, kelurahan/desa) yang merupakan bagian terbesar wilayah administratif pemerintahan di Indonesia, menggarisbawahi pentingnya keterpaduan kebijakan secara sustained untuk mewujudkan visi masyarakat informasi dan sejahtera melalui peran strategis pos.

Strategis

Kondisi existing berkaitan dengan efisiensi, sistem operasi, dan manajemen Posindo dipengaruhi oleh strategi industri perposan baik secara nasional maupun global (UPU) secara timbal balik. Isu-isu strategis, seyogianya, menjadi dasar kebijakan perposan nasional di masa mendatang. Isu-isu strategis dalam pembahasan RUU Pos, perlu mempertimbangkan paradigma-paradigma baru dalam rangka penyesuaian peraturan perundang-undangan Pos (UU 6/84), Penyelenggaraan Pos (PP 37/85), dan Kewajiban Pelayanan Umum Pos (Kepmenhub 68/04).

Paradigma-paradigma baru tersebut, antara lain, pertama, menyangkut redefinisi, revitalisasi, dan pedoman baku layanan pos universal sebagai public service obligation (PSO). PSO Pos wajib disediakan agar terselenggara akses komunikasi dan informasi, lalu lintas uang, dan pertukaran barang secara mudah, terjangkau, dan merata, sebagai implementasi prinsip-prinsip single postal territory dan freedom of transit Konvensi UPU. Artinya, partisipasi aktif (disertai kompensasi bagi) BUMN dan BUMS menjadi determinan pencapaian tujuan PSO Pos.

Paradigma kedua, pentingnya pemahaman bahwa ruang lingkup PSO Pos pada dasarnya merupakan integrasi dari sistem distribusi barang dan jasa secara nasional. Peningkatan efisiensi sistem distribusi, bagaimanapun, berdampak positif bagi daya saing dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Paradigma ketiga, pembagian peran PSO Pos melalui optimalisasi format otonomi daerah. Kewenangan dan kepentingan pemda diproyeksikan menjadi akselerator terjangkaunya PSO Pos bagi segenap lapisan masyarakat di seluruh pelosok nusantara dalam bingkai NKRI. Proyeksi ini dapat menjadi embrio bagi konsep bisnis "BUMD-BUMD Pos" yang profitable sehingga menjadi peluang bagi peningkatan pendapatan daerah.

Konsep bisnis dapat diperluas untuk menutup celah-celah blank-spot di kawasan kecamatan dan kelurahan/desa (51,2% dari total 75.188) melalui program CAP/warmasif. Rancang bangun konsep bisnis dilakukan melalui mekanisme kesepakatan BUMN (Posindo), BUMD (Pemda), dan swasta/koperasi.

Untuk itu, perlu dukungan pranata hukum berkaitan dengan sistem alokasi anggaran daerah, baik yang meliputi PAD, DAU, dan DAK (kabupaten/kota) maupun dana dekonsentrasi serta dana tugas pembantuan (provinsi). Pranata hukum juga diperlukan untuk efisiensi pemetaan wilayah sekaligus pendeteksian lokasi (alamat) secara baku dan nasional. Identifikasi alamat melalui kode pos perlu reactivation secara lebih inovatif menggunakan aplikasi TIK (digital, track & trace).

Akselerasi
Efisiensi dalam rangka revitalisasi sistem operasi dan manajemen bisnis Posindo, sejauh ini telah diformulasikan dalam strategi-strategi/sasaran. Dimulai dari CMT (change management team), 6R (repositioning, reinventing, re-engineering, restructuring, rightsizing, dan resource allocation), SMART (specific, measurable, accountable, realistic, and time-table), dan yang terkini adalah Three G (3 good place to work, shop, invest). Manifestasi formulasi menjadi pijakan bagi transformasi bisnis melalui integrasi teknologi, standar operasi, SDM, service excellence, pengorganisasian, dan kemitraan.

Namun, bila dicermati, content transformasi bisnis manakah atau bagaimanakah yang exciting? Terutama, bila dihadapkan pada era bisnis TIK (dengan tingkat efisiensi yang tinggi) sebagai subtitusi (core) bisnis Posindo. Ditinjau dari posisi pasar, muncul asumsi bahwa karaketeristik bisnis Posindo yang ada saat ini lebih merefleksikan "follower" ketimbang "trendsetter". Artinya, hanya mendaur ulang dari basis produk-produk yang telah ada.

Upaya memosisikan diri sebagai trendsetter merupakan rekomendasi penting yang dianjurkan akta/konvensi Universal Postal Union (UPU). Posisi trendsetter memberi keleluasaan ruang untuk mencapai visi masyarakat informasi dan sejahtera. Pencapaian visi secara good corporate governance (GCG), berfungsi sebagai akselerator peningkatan efisiensi sistem operasi dan manajemen Posindo.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap akselerasi efisiensi sistem operasi dan manajemen Posindo adalah karakter "strong leadership" berdasarkan prinsip fiduciary duties. UU PT mengharuskan direksi going concern terhadap masalah perusahaan. Implementasi dari kata kunci going concern adalah respons nyata terhadap kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholder), terutama pelaku bisnis, untuk memperoleh excellence serviceable berkaitan dengan pasar global layanan dokumen, financial, dan logistik berbasis TIK.

Layanan excellence serviceable yang urgent direalisasikan Posindo di antaranya electronic-sign (e-sign, tanda tangan elektronik) untuk men-support layanan dokumen, financial, dan logistik. Metode e-sign menjamin keamanan data, informasi, dan dokumen secara autentik, accurate, traceable, legalized, dan integral.

Berdasarkan UU No. 11/08 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), e-sign Posindo diselenggarakan melalui sistem elektronik (certification authority/CA) untuk melakukan transaksi elektronik yang mencakup data, informasi, dan dokumen. Penyelenggaraan e-sign Posindo juga menyentuh dengan kebijakan publik (sosial) seperti distribusi bantuan langsung tunai (BLT), bantuan operasional sekolah (BOS), beras untuk masyarakat miskin (raskin), kompor/tabung gas, jaring pengaman sosial (JPS), dan sejenisnya.

Oleh karena itu, ketentuan e-sign dan standardisasi alamat (kode pos digital, track & trace) termasuk isu strategis yang terintegrasi dalam RUU Pos. Karakteristik going concern ini memerlukan political will yang kuat bagi akselerasi efisiensi sistem operasi dan manajemen Posindo selaku pengemban visi akta/konvensi UPU. Visi bersama untuk mewujudkan kesejahteraan dan ketahanan ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hankam melalui keseimbangan profitability core business dan public service obligation. ***

Penulis, dosen Research Centre Politeknik Pos Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar