Jumat, 13 Juni 2008

Kepercayaan Publik Dicederai

Kejaksaan Agung Memalukan dan Indikasikan Perdagangan Perkara


KOMPAS/PRIYOMBODO / Kompas Images
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar menjawab pertanyaan wartawan seusai menggelar konferensi pers di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (12/6). Dalam kesempatan tersebut, Antasari menyampaikan klarifikasi terkait percakapan telepon antara Artalyta Suryani dan Untung Udji Santoso, yang menyebut-nyebut nama Antasari.




Jumat, 13 Juni 2008 | 03:00 WIB

Jakarta, Kompas - Rekaman keakraban Artalyta Suryani dengan pejabat tinggi Kejaksaan Agung memalukan dan menjadi bukti praktik ”perdagangan” perkara di Kejagung berlangsung lama. Kepercayaan publik kepada jaksa pun dicederai.

Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki dan Direktur Eksekutif Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Agung Hendarto di Jakarta, Kamis (12/6), meminta Jaksa Agung Hendarman Supandji mencopot Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Untung Udji Santoso dan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto.

Keakraban Artalyta, terdakwa kasus penyuapan kepada jaksa Urip Tri Gunawan, terungkap pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu (Kompas, 12/6). Artalyta, sebelum ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), berdialog dengan Untung Udji, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kemas Yahya Rahman, dan Urip. Nama Wisnu dan Ketua KPK Antasari Azhar juga disebut-sebut. ”Kepercayaan publik dicederai. KPK harus memeriksa mereka,” ujar Teten.

Agung menambahkan, ”Jaksa Agung perlu bukti apa lagi? Yang bicara di telepon ini Jaksa Agung Muda, lho. Ini fatal, tak ada toleransi lagi bagi mereka. Saya heran jika Jaksa Agung bilang masih bingung.”

Teten juga meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Hendarman membersihkan Kejagung, khususnya keterkaitan dengan Artalyta.

Anggota Komisi III DPR, Gayus Lumbuun, menegaskan, Hendarman harus menuntaskan temuan KPK itu. Komisi III, Selasa nanti, akan menggelar rapat kerja dengan Kejagung. ”Saya akan mempertanyakan kasus itu,” katanya. Apalagi, ia juga melihat ada perlakuan yang berbeda dari Kejagung kepada mereka yang diduga terlibat dalam kasus korupsi dana PT Asabri.

Ketua DPR Agung Laksono juga meminta jajaran Kejagung untuk introspeksi terkait kedekatan sejumlah pejabatnya dengan Artalyta. Apalagi, dari pembicaraan itu, nyata-nyata pejabat Kejagung memihak Artalyta.

Rekaman tak cukup
Ditemui seusai rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR, Kamis, Jaksa Agung menegaskan akan membuka lagi penyelidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) asalkan dalam sidang Urip, yang menerima uang 660.000 dollar Amerika Serikat atau senilai Rp 6 miliar dari Artalyta, terungkap uang itu terkait penyelidikan kasus BLBI. Artalyta diduga suruhan Sjamsul Nursalim, pemilik BDNI.

Kejagung masih memonitor sidang kasus Urip dan yang terkait. Kejagung harus mendengar semua kesaksian, termasuk dari Kemas dan mantan Direktur Penyidikan Muhammad Salim.

Sanksi bagi Untung juga belum dapat dilakukan karena ia belum diperiksa. Indikasi dari percakapan telepon dinilai Hendarman tak cukup. ”Saya komitmen mendengarkan persidangan secara menyeluruh, lalu masuk pasal mana. Kalau sekarang masuk, pakai hukum apa? Hukum korupsi apa hukum rimba?” katanya.

Hendarman juga membantah adanya skenario Kejagung untuk menyelamatkan Artalyta dengan menangkapnya lebih dahulu sebelum ditangkap KPK. Rencana itu dilakukan karena saat Urip ditangkap, Artalyta tak ditangkap. Dalam kasus suap, pemberi dan penerima suap semestinya ditangkap.

Jaksa Agung Muda Pengawasan MS Rahardjo menambahkan, Kejagung juga belum memutuskan untuk memeriksa pejabat yang berkomunikasi dengan Artalyta atau yang disebutkan.

Wisnu, yang pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung, mengaku mengenal Artalyta. Ia adalah pengusaha di Lampung. Namun, ide penangkapan Artalyta bukan upaya penyelamatan. Ide itu muncul spontan.

Untung mengatakan, ”Tidak berarti saya akan menyembunyikan Artalyta. Itu untuk menyeretnya. Harus setara dong.”

Mengenai sejumlah saran yang disampaikan Udji kepada Artalyta dalam pembicaraan melalui telepon itu, Udji mengatakan, itu disampaikan sebelum mengetahui hal yang sebenarnya terjadi, tetapi tidak ada keinginan untuk menyelamatkan Artalyta.

Secara terpisah, Ketua KPK Antasari Azhar menegaskan, fakta persidangan bisa menjadi bukti awal untuk melakukan penyidikan baru. ”Serahkan kepada majelis hakim yang memimpin persidangan,” katanya.

Antasari mengaku ada di ruang penyadapan KPK saat dilakukan penyadapan atas hubungan telepon antara Artalyta dan Untung. Ia juga menyatakan tidak ada hubungan dengan Untung meski namanya sempat disebut dalam percakapan itu. Sebab, jika itu terjadi, pasti akan tersadap.

Antasari berharap kejaksaan mencermati perkara yang melibatkan Artalyta dan Urip sebab perkara itu terkait dengan kasus BLBI yang ditangani kejaksaan.

Dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto tidak menjawab jelas saat ditanya sejumlah anggota DPR soal apakah benar Artalyta sempat menelepon dirinya sebelum ditangkap aparat KPK. (VIN/DIK/IDR/NWO/MZW/SF)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar