Senin, 09 Juni 2008

Terminal Leuwipanjang dan Cicaheum Sudah tidak Layak

Gedebage Menunggu Investor


ANTREAN bus antarkota dan provinsi di Terminal Leuwipanjang Bandung, Rabu (4/6) lalu. Saat ini, Terminal Leuwipanjang belumlah layak sebagai tempat transit bus antarkota dan provinsi. Selain karena tempatnya semrawut, lokasi terminal yang berada di lingkungan perkotaan menjadikannya sumber kemacetan.* ADE BAYU INDRA



BEBERAPA waktu lalu, Kota Bandung memiliki dua terminal bus antarkota dan provinsi, Kebon Kalapa dan Cicaheum. Lokasi terminal Kebon Kalapa terletak di pusat Kota Bandung. Alhasil, di kawasan itu terjadi kepadatan dan kesemrawutan lalu lintas. Warga pun merasa terganggu.

Akhirnya, pada 1996, Pemkot Bandung merelokasi terminal Kebon Kalapa ke daerah yang berada di pinggir kota. Maka, terpilihlah Leuwipanjang sebagai tempat pemberhentian bus antarkota dan provinsi bagian barat Kota Bandung. Sementara itu, Terminal Cicaheum tetap dipertahankan untuk dijadikan tempat transit bus yang menuju ke luar kota dan provinsi bagian timur kota kembang.

Kini, wacana untuk merelokasi Terminal Leuwipanjang dan Cicaheum pun digulirkan. Alasannya, saat ini keduanya sudah tak lagi mampu menampung bus.

Leuwipanjang yang memiliki luas 4,5 hektare dianggap tak dapat lagi memenuhi kebutuhan. Akibatnya, kesemrawutan pun terjadi di sana. "Oleh karena itu, kita perlu terminal yang letaknya jauh dari perkotaan," ujar Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung, Juniarso Ridwan.

Hal serupa diungkapkan sekretaris komisi C DPRD Kota Bandung, Muchsin. Menurut dia, saat ini Terminal Leuwipanjang belumlah layak sebagai tempat transit bus antarkota dan provinsi. Selain dikarenakan tempatnya semrawut, lokasi terminal yang berada di lingkungan perkotaan ternyata menjadikannya sumber kemacetan.

"Idealnya, terminal bus antarkota dan provinsi terletak agak jauh dari kota untuk menghindari kepadatan yang terjadi di kota besar seperti Bandung," katanya.

Kurang representatifnya Leuwipanjang saat ini pun diakui Kepala Terminal Leuwipanjang Abdul Ganie. Meski demikian, kesemrawutan kendaraan di Terminal Leuwipanjang masih bisa diatasi dengan menerapkan manajemen waktu yang ketat.

"Waktu ngetem dipersingkat, agar akses masuk dan keluar kendaraan lancar. Jadi bus tidak pernah berhenti lama di sini, semua mengalir seperti air," tutur Ganie.

Di samping itu agar bisa menampung bus lebih banyak, Gani juga menambah jalur antrean yang semula 15 ditambah menjadi 19 agar arus kendaraan lebih lancar.

Untuk mengatasi kebutuhan lahan mangkal bus yang semakin membludak serta meredam kemacetan lalu lintas yang menjadi makanan sehari-hari warga kota kembang, Pemkot Bandung memiliki rencana untuk mendirikan terminal terpadu di daerah Bandung Timur tepatnya di kawasan Kec. Gedebage.

Pertimbangannya, wilayah Gedebage yang memiliki luas 2.809 hektare, baru termanfaatkan sebanyak 41,74 %. Persentase tersebut termasuk rendah mengingat wilayah pembangunan di daerah Bandung lainnya berada di angka 70%.

Juniarso mengatakan, pembangunan terminal terpadu merupakan bentuk usaha untuk menciptakan kota primer kedua di Bandung Timur sesuai Perda No.2 / 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung. Pembangunan kawasan Bandung Timur sendiri adalah wujud pemerataan wilayah di kota kembang yang selama ini terbengkalai.

Hadirnya tempat transit para penumpang yang berasal dari berbagai daerah di Gedebage diharapkan mampu menjadi pemicu berkembangnya kawasan Bandung timur. "Memang nantinya terminal bus antarkota dan provinsi jadi jauh. Akan tetapi, nanti kita akan menyediakan transportasi umum yang menghubungkan Gedebage ke berbagai daerah di Kota dan Kabupaten Bandung," kata Muchsin

Hal serupa diungkapkan Chairul Anwar, Kepala Bidang Perencanaan Fisik dan dan Prasarana Bappeda Kota Bandung. Menurut dia, pembangunan terminal terpadu di Gedebage tidak bisa dilepaskan dari rencana pembangunan kawasan Bandung Timur. Saat ini, prioritas pembangunan kawasan Bandung Timur adalah pembanguan sarana olah raga (SOR) yang terletak di Kel. Rancanumpang Kec. Gedebage. Pembangunan SOR ini merupakan salah satu upaya Kota Bandung menjadi tuan rumah Pekan Olah Raga Provinsi (Porprov) XI/ 2010.

**

Pakar tata ruang ITB, Ir. Binsar T.H.N., M.Sp mengatakan, sebenarnya dari segi desain, Terminal Leuwipanjang sudah cukup memadai. Berbagai elemen pelengkap terminal seperti ruang tunggu, tempat parkir bus dan mobil penumpang, sudah dimiliki Leuwipanjang. Namun, yang menjadi permasalah adalah semakin lama daya tampung bus di terminal tersebut tak memadai.

"Idealnya, terminal regional itu memiliki luas minimal 5 hektare. Mungkin saat ini luas Terminal Leuwipanjang kurang mencukupi kebutuhan," ujar Binsar.

Meski telah memiliki standarisasi terminal yang baik, masalah kedisiplinan supir, penumpang, dan aparat serta pengaturan supply and demand bus antarkota dan provinsi rupanya menjadi persoalan yang membuat terminal tersebut tak lagi nyaman.

Usaha pemkot untuk melakukan relokasi terminal Leuwipanjang dan Cicaheum ke Gedebage dinilai baik untuk mengatasi kemacetan Kota Bandung.

"Namun, kedisiplinan dari masyarakat, supir, dan aparat sangat diperlukan. Bila tidak, niscaya kesemrawutan terminal akan kembali terulang," kata Binsar.

Rencananya, wilayah pembangunan di Gedebage sebanyak 550 hektare, sekitar 6% atau 32,58 hektare akan dijadikan terminal terpadu pengganti Leuwipanjang dan Cicaheum. Tak hanya bus-bus besar, beberapa angkutan kota pun akan ditampung di terminal tersebut.

"Alokasi dana dari APBD Kota Bandung 2008-2009 ini sedang diprioritaskan untuk pembangunan SOR. Jadi pembangunan terminal terpadu baru bisa dianggarkan setelah SOR selesai dibangun," ujar Anwar.

**

Terminal terpadu dan sarana pendukung Gedebage rencananya berada dalam satu kawasan dengan Stasiun Gedebage. Estimasi biaya yang diperlukan untuk pembangunan terminal terpadu dan stasiun itu Rp 399 miliar.

"Untuk terminal sekitar Rp 211 miliar, dan untuk stasiun Rp 188 miliar. Diperkirakan pembangunan SOR akan selesai pada 2009, sehingga alokasi dana dari APBD untuk pembangunan terminal baru bisa dimasukkan dalam tahun anggaran 2010," kata Anwar.

Selain alokasi dari APBD, dana tersebut juga diperoleh dari investor. Sebenarnya pada 2006 sudah ada investor yang tertarik dengan projek pembangunan terminal terpadu itu. Namun, hingga kini, tidak ada tindak lanjut. "Hal itu disebabkan lahan untuk terminal tersebut belum dibebaskan. Membebaskan lahan itu bukan perkara mudah, itulah yang membuat investor mundur. Jika pemerintah harus membebaskan lahan, dananya belum ada," ujar Anwar.

Dari lahan seluas 32,58 hektare untuk pembangunan terminal dan stasiun, memang belum ada lahan yang dibebaskan. "Lahan seluas itu belum ada yang menjadi milik pemkot. Rencana pembangunannya sudah ada, namun lahannya belum ada. Jadi agak repot juga untuk menjaring investor," kata Anwar.

Selain itu, sejauh ini belum ada gambaran pihak mana saja yang nantinya kan mengelola Terminal Terpadu Gedebage. "Apakah sepenuhnya akan diserahkan ke swasta, atau rolesharing dengan pemkot, atau pemkot kerja sama dengan pemerintah pusat, saat ini masih dikaji," ujarnya.

Pembangunan terminal itu juga akan dilakukan secara simultan dengan pembangunan jalan tol Gedebage. "Jalan tol penting untuk akses bus ke terminal. Namun, pembangunan tol masih menunggu izin dan bantuan dari pusat. Sementara itu, jika terminal dibangun dulu, juga masih menunggu investor. Jadi, ya dilakukan secara simultan," ujarnya. (Agustin Santriana/Deti Yektiningsih)

                                                                                     ***


Tol Dulu, Baru Terminal...

Salah satu infrastuktur akan dibangun dalam pengembangan wilayah Bandung Timur adalah terminal terpadu pengganti Terminal Leuwipanjang dan Cicaheum. Rencana itu disambut baik para pengamat transportasi karena dua terminal itu berada di dalam kota dan menyebabkan kemacetan.

Namun, yang menjadi pertanyaan, kapankah rencana itu dapat terwujud mengingat terminal terpadu hanya akan didirikan bila akses jalan tol ke Gedebage telah dibuka terlebih dulu. Sebab, jalan tol tersebutlah yang nantinya menjadi jalur masuk bus antarkota dan provinsi ke terminal terpadu. Padahal, sampai saat ini, rencana pembangunan jalan tol di Gedebage belum menemukan titik terang.

Berdasarkan Kepmen PU 369/kpts/M/N/2005, pembangunan jalan tol tersebut saat ini sudah menjadi prioritas pembangunan yang direncanakan sampai tahun 2010.

Dalam kepmen juga disebutkan, jalur jalan tol diawali dari Pasteur menuju jembatan Pasopati yang akan dilanjutkan ke Gasibu melalui jalan bawah tanah (underpass). Jalur tersebut dilanjutkan dengan pembangunan jalan layang di atas Jln. Surapati kemudian jalan tol di sebelah utara Ujungberung sampai menembus tol Cileunyi. Jalan tol tersebut juga akan menembus daerah Gedebage.

Menurut Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung Juniarso Ridwan, saat ini belum ada kesepakatan antara Pemkot Bandung dengan pemerintah karena pembangunan jalan tol merupakan kewenangan pemerintah pusat melalui Jasa Marga.

Ada dua hal yang menyebabkan terhambatnya pembangunan jalan tol. Pertama, belum mendesaknya kebutuhan akan akses jalur lancar di kawasan tersebut. "Pembangunan jalan tol akan segera dilaksanakan jika memang benar-benar perlu dilakukan. Jika tidak dilaksanakan nantinya akan menimbulkan efek yang buruk bagi masyarakat. Namun, sampai saat ini hal tersebut belumlah dirasakan sehingga pembangunan tol Gedebage belum dikerjakan," ujar Juniarso.

Alasan kedua, belum adanya investor yang bersedia membebaskan lahan dan menjadi penanggung pendapatan Jasa Marga bila hasil yang diharapkan tak diraih. Investor merupakan pihak yang sangat dibutuhkan mengingat pemerintah pusat dan Kota Bandung tidak memiliki anggaran yang memadai untuk mewujudkan pembangunan akses pengembangan wilayah Bandung Timur.

"Untuk membuka pintu tol di suatu kawasan diperlukan sebuah riset yang memastikan bahwa nantinya ia akan menghasilkan keuntungan. Saat ini wilayah Bandung Timur termasuk daerah yang masih sepi dan diperkirakan belum mampu membuahkan pendapatan bagi para investor," kata Juniarso.

Apalagi, menurut data BPS pada 2002 rata-rata kepadatan penduduk per kecamatan di Gedebage hanya 7.284 orang/km2. Jumlah itu jauh di bawah rata-rata kepadatan jumlah penduduk Kota Bandung per kecamatan, yaitu 11.200 orang/km2.

Menurut Sekretaris Komisi C DPRD Kota Bandung Muchsin, salah satu alasan mengalihfungsikan terminal bus-bus besar dari Leuwipanjang ke Gedebage adalah untuk menjadikan Gedebage sebagai pusat kota primer kedua. Akan tetapi, hal itu tidak akan diwujudkan sebelum pembangunan pintu tol Gedebage yang berfungsi mempermudah akses bus antarkota dan provinsi yang melintasi tol Padaleunyi.

"Pintu tol dibuka untuk mengembangkan kawasan Gedebage dan merangsang pertumbuhan ekonomi di sana. Jadi, nanti akan dibangun jalan tol terlebih dahulu, barulah berbagai fasilitas, seperti Sarana Olah Raga (SOR) Gedebage dan terminal," ujar Muchsin.

Muchsin mengatakan, saat ini projek pembangunan jalan tol tersebut belum dapat terlaksana. Hal itu disebabkan pada saat ini Pemkot Bandung tengah menunggu surat keputusan Menteri Pekerjaan Umum.

"Jadi, kalau ditanya kapan pembangunan dilaksanakan, saya belum tahu. Mungkin masih sangat lama. Paling cepat akhir tahun ini," tuturnya.

Selain masalah perizinan, Muchsin menyatakan, saat ini belum banyak investor yang melirik Gedebage. Hal itu menjadi sebuah kendala mengingat penanam modal merupakan unsur penting dalam sebuah rencana pembangunan.

Juniarso mengatakan, hingga akhir tahun lalu, sudah ada 27 investor swasta yang menyodorkan proposal untuk mendapatkan tender dalam pembangunan Gedebage, tetapi banyak yang mengundurkan diri ketika mengetahui mengenai lahan yang belum dibebaskan. (Agustin Santriana)***

2 komentar: