Rabu, 04 Juni 2008

Aktualisasikan Bahasa Sunda Dalam Segenap Aktivitas

Jadikan Alat Ekspresi tanpa Dibebani Aturan



SEORANG pengunjung asyik menikmati salah satu karya dalam pameran seni rupa aksara Sunda kekinian 2008 di Galeri Kita, Jln. L.L.R.E. Martadinata Kota Bandung, Kamis (15/5). Bahasa Sunda lebih efektif diajarkan jika bisa menyentuh lebih dari satu indra yang dimiliki manusia melalui sebuah peragaan khusus.* ADE BAYU INDRA



BANDUNG, (PR).-
Bahasa Sunda saat ini lebih banyak menjadi objek pembicaraan daripada diaktualisasikan sebagai medium bahasa. Kekhawatiran beberapa pihak akan punahnya bahasa Sunda akibat semakin berkurangnya animo generasi muda dalam menggunakannya, merupakan pemikiran yang hanya didasarkan pada fenomena partikular di masyarakat.

Demikian dikatakan pengurus Yayasan Kebudayaan Rancage (YKR) Hawe Setiawan di Bandung, Selasa (3/6).

Sementara itu, pakar bahasa dari Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Dr. Chaedar Alwasilah menyatakan, tokoh masyarakat yang langsung berhubungan dengan masyarakat dan pemerintah sebagai pemegang kebijakan, harus mendukung upaya pemberdayaan bahasa Sunda.

Menurut Hawe, saat ini bahasa Sunda masih digunakan di berbagai lapisan masyarakat sebagai medium komunikasi . Jumlah judul buku referensi maupun kamus bahasa Sunda juga terus meningkat setiap tahun. Ini menandakan perhatian dan kecintaan yang besar pada keberadaan bahasa Sunda.

Dia mengatakan, bahasa Sunda tidak akan pernah punah selama masih ada orang Sunda. Hanya saja, bahasa Sunda akan mengalami metamorfosis kosakata dengan pola tertentu sehubungan dengan perkembangan zaman. "Di lingkungan keluarga yang asalnya memang Sunda ataupun dalam pergaulan remaja, unsur kosakata bahasa Sunda selalu ada dan berbaur dengan bahasa Indonesia maupun asing," kata Hawe.

"Undak usuk basa"

Masalah yang terjadi saat ini pada generasi muda, menurut Hawe, adalah keraguan menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari karena adanya undak usuk basa yang mengatur pemakaian bahasa sesuai dengan tingkatan sosial partisipan.

Menurut dia, untuk generasi muda, hal terpenting agar bahasa Sunda diminati adalah dengan membiarkannya menjadi alat ekspresi diri tanpa dibebani berbagai aturan. "Jangan terlalu memerhatikan undak usuk. Yang penting bahasa Sunda dipakai. Pengalaman mereka sendiri yang akan menuntun untuk menggunakan bahasa lemes (halus) atau loma (kasar)," ujarnya.

Kurikulum bahasa Sunda pada pendidikan dasar yang banyak menitikberatkan aspek pengetahuan bahasa, menurut dia, akan menghambat penggunaan bahasa Sunda di kalangan muda. Sasaran yang harus dicapai seharusnya potensi ekspresif siswa dalam mengaktualisasikan diri dengan media bahasa Sunda. "Seperti ada jarak antara perumus materi dan anak didik," ucap Hawe.

Chaedar yang juga Pembantu Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UPI mengatakan, pelestarian bahasa Sunda harus diupayakan oleh berbagai pihak, bukan hanya dari kalangan pendidikan.

Melalui dakwah berbahasa Sunda misalnya, kata Chaedar Alwasilah, tokoh masyarakat bisa berperan merevitalisasi bahasa Sunda. Pemerintah diharapkan memproduksi kebijakan dan memberi contoh menggunakan bahasa Sunda dalam rapat atau kegiatan formal lain. Tak sekadar membuat peraturan daerah (perda), tetapi menjalankannya sehari-hari. (CA-168)


***

Potensi Luar Biasa Tekuni Bahasa Sunda

MESKI sering dicap kurang komersial, pilihan menekuni bahasa dan sastra Sunda tetap menyediakan potensi luar biasa. Dengan memiliki keahlian, niscaya lulusan program studi ini dapat bersaing dalam dunia kerja. Apalagi, dewasa ini nasib bahasa dan budaya Sunda semakin diperhatikan.

"Orang sering takut masuk ke program studi (prodi) sastra Sunda karena prospek kerja yang dinilai kurang jelas. Tetapi jika kita mau menggali lebih dalam, bahasa dan sastra Sunda menyediakan peluang besar bagi para lulusannya," kata Ketua Program Studi Sastra Sunda Universitas Padjadjaran Bandung Taufik Ampera, Selasa (3/6) siang.

Taufik mencontohkan peluang kerja di bidang filologi Sunda. Banyaknya teks kuno berbahasa Sunda yang belum diterjemahkan, membuka peluang yang besar bagi para lulusan ini karena tidak sembarang orang dapat melakukan tugas penerjemahan.

Munculnya media lokal yang mengedepankan nuansa Sunda juga dilihat Taufik sebagai peluang. "Dengan kemampuan berbahasa Sunda, lulusan dapat bekerja sebagai penyiar atau penerjemah. Yang terpenting, memiliki keahlian," ujarnya.

Taufik juga menyodorkan peluang besar dalam bidang pendidikan yang sangat mungkin dimasuki para lulusan, seperti profesi guru atau pengajar kursus bahasa Sunda.

Bisa hidup

Keyakinan pada potensi bahasa dan sastra Sunda juga diungkapkan mahasiswa. Salah seorang di antaranya, Gan Gan Gumilar (20), mahasiswa prodi Sastra Sunda Unpad. "Semula tidak terbayang setelah lulus mau bekerja sebagai apa. Saya hanya meyakini dapat hidup dengan mengandalkan bahasa dan sastra Sunda," ujarnya.

Gan Gan mengaku, alasan utama adalah kecintaan pada kesenian Sunda. Dia mahir memainkan kecapi dan dipercaya menjadi pemimpin Gumilar Mustika Sari, kelompok kesenian yang dulu diketuai sang ayah.

Saat ini Gan Gan terdaftar sebagai mahasiswa semester VI Sastra Sunda Unpad. Dengan pengetahuan sastra Sunda , sejak beberapa bulan terakhir ia dipercaya memberikan pelajaran ekstrakurikuler di SMA 1 Sumedang, almamaternya. Setiap Sabtu sore, dia datang ke sekolah tersebut untuk membantu adik-adik angkatan yang kesulitan mempelajari seni Sunda, seperti bagaimana memaknai dan menembangkan pupuh.

Keyakinan senada diungkapkan Mutia Ratnasari (20), rekan satu angkatan Gan Gan. Keterampilannya menari beragam tarian Sunda membuat mahasiswi yang tinggal di Kawasan Dago ini terlibat aktif dalam tim kesenian universitas yang kerap dikirim ke berbagai acara, dalam atau luar negeri.

"Kita harus pintar-pintar mengembangkan bakat dan keahlian. Jangan hanya terpaku pada apa yang dipelajari saat kuliah," kata Mutia yang baru tampil dalam pentas kesenian di Polandia. Untuk soal ini, Bahasa Sunda memiliki ungkapan tersendiri, yakni lamun keyeng tangtu pareng! (Agt. Tri Joko)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar