Kamis, 05 Juni 2008

Polusi Udara Kota Bandung Memprihatinkan

Racun di Sekitar Kita...


SEJUMLAH anak membeli jajanan di pinggiran jalan di Kota Bandung, Rabu (4/6). Dari penelitian BPLHD terhadap 200 siswa yang berasal dari 4 sekolah dasar di Kota Bandung, sebanyak 41%-45% dari 100 siswa SD di lokasi padat lalu lintas memiliki kadar timbal yang melebihi standar WHO, sedangkan di SD yang tidak padat lalu lintas kadarnya di bawah itu.* M. GELORA SAPTA/"PR"


ANCAMAN krisis udara bersih sudah dekat di pelupuk mata warga Kota Bandung. Untuk dapat menghirup udara bersih sepertinya menjadi suatu hal yang mahal. Kian bertambahnya jumlah kendaraan umum dan pribadi disinyalir menjadi penyebab semakin karut-marutnya lalu lintas kota di Bandung. Potret jalanan kota yang ruwet, padat, dan macet seolah tidak menggubris perhatian akan ancaman meningkatnya pencemaran udara.

Setiap detik, udara gratis yang dihirup telah terkontaminasi emisi gas buang kendaraan bermotor, seperti karbondioksida (CO2) dan karbonmonoksida (CO), nitrogen oksida (NO), sulfur dioksida (SO2), dan beberapa partikel mikro seperti timbal (Pb). Senyawa yang dapat meningkatkan efek rumah kaca (greenhouse effect) ini juga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, gangguan kesehatan, dan juga dapat menurunkan kualitas lingkungan.

Buruknya kondisi udara di Bandung karena polusi, semakin dipersulit dengan letak geografisnya yang seperti cawan di atas ketinggian 600 meter dengan tingkat kelembapan yang cukup tinggi. Kondisi ini diperparah dengan pemanasan global yang menyebabkan udara kotor tersebut seperti terperangkap.

"Kalau seumpamanya ada sinar matahari yang masuk ke bumi, dan seharusnya panasnya terpental lagi ke atas, namun karena gas efek rumah kaca, radiasinya tertahan. Hal ini menyebabkan radiasi itu kembali lagi ke bumi dan hal itu terus berakumulasi. Pada akhirnya, bumi kita ini menjadi panas," kata Kabid Pengendalian Pencemaran Lingkungan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, Iwan Wangsaatmaja.

**

Salah satu zat berbahaya yang terkandung dalam udara adalah timbal (Pb). Bahaya timbal sudah sepatutnya diwaspadai warga Kota Bandung. Logam beracun ini telah menyusup ke dalam darah warga Kota Bandung, bahkan hingga anak-anak.

Hasil penelitian timbal dalam darah anak yang dilakukan BPLHD di Kota Bandung Mei 2008, masih menunjukkan tingginya jumlah anak yang terkontaminasi kandungan timbal diatas standar WHO, yaitu 10 mikrogram/desiliter (ug/dl).

BPLHD melakukan penelitian terhadap 200 siswa yang berasal dari 4 sekolah dasar (SD) di Kota Bandung dengan dua kategori, yaitu SD padat lalu lintas dan SD tidak padat lalu lintas. Fakta yang muncul, sebanyak 41%-45% dari 100 siswa SD padat lalu lintas memiliki kadar timbal yang melebihi standar WHO, sedangkan di SD tidak padat lalu lintas, sebanyak 14%-26% dari 100 siswa.

"Meski begitu, pengukuran timbal dalam darah ini tidak bisa dilihat dari aspek tadi saja. Saat ini, kami sedang mengecek bagaimana perilaku dan kondisi keseharian anak-anak tersebut di luar sekolah. Siapa tahu si anak memang tidak bersekolah di tempat yang padat lalu lintas, tetapi ternyata letak rumahnya di daerah padat lalu lintas. Namun, secara gambaran umum begitulah kondisi kenyataannya," ujar Iwan.

Hasil penelitian kandungan Pb dalam darah yang dilakukan ITB pada 2004, menunjukkan lima dari 20 anak usia SD memiliki kadar timbal dalam darah yang melebihi standar WHO.

Hal serupa juga terjadi pada sampel anak usia SMP. Dari total sampel 20 anak SMP, dapat dipastikan 55% (11 anak) positif mengandung kadar timbal berlebih dalam darahnya. Sementara pada sampel orang dewasa usia pekerja, yang dilakukan kepada PKL, polisi, dan petugas parkir ditemukan hasil yang sama, yaitu lima dari enam orang PKL, dua dari 10 polisi, dan lima dari delapan petugas parkir memiliki kadar timbal dalam darah yang melebihi standar orang dewasa, yaitu 25 ug/dl.

Kenyataan di atas mengindikasikan tingginya kadar timbal yang sudah meracuni udara Kota Bandung. Data hasil pengukuran BPLHD Kota Bandung pada 2006 menunjukkan telah berlebihnya kadar timbal di beberapa titik padat lalu lintas Kota Bandung. "Bisa kita bayangkan bagaimana perkembangannya 2008 ini," ujar Iwan.

Dijelaskan Iwan, beberapa tempat padat lalu lintas seperti terminal-terminal memang memiliki kadar timbal yang melebihi angka baku mutu (BM) ambang batas kadar seharusnya yaitu 1 ug/mg3 untuk standar Indonesia. Seperti terminal Cicaheum dan Jln. Soekarno-Hatta yang kadar timbalnya telah melampaui ambang batas, yaitu hampir mencapai angka 3 ug/mg3.

Sementara itu, ahli polusi udara dari ITB Ir. Puji Lestari, Ph.D. mengatakan, dampak timbal sangat banyak. Untuk anak-anak bisa menurunkan IQ poin. Semakin tinggi kadar timbal darah, semakin rendah IQ anak. "Jika IQ turun, tidak akan dapat naik lagi. Sementara pada wanita hamil bisa menimbulkan anemia dan keguguran dan pada laki-laki dapat menurunkan kesuburan atau fertilitas."

Untuk itu, Puji mengimbau agar masyarakat meningkatkan kesadarannya akan bahaya timbal. Solusi terbaik adalah dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat, memperbaiki kualitas udara secara terpadu, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. (Birny Birdieni/Fitri Rumantris)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar