Senin, 28 Juli 2008

Jernihkan Air Baku tak Mahal

Teknologi pengolahan air, baik air bersih maupun limbah, sudah lengkap tersedia. Namun teknologi yang secara spesifik digunakan untuk penjernihan air baku belum banyak dikembangkan. Dengan demikian, citra publik terhadap pengendalian pencemaran limbah fisik masih identik dengan usaha yang memerlukan biaya tinggi untuk investasi, operasi, dan pemeliharaan.

Mengingat hal tersebut, maka diperlukan inovasi teknologi pengendalian pencemaran air yang memerlukan biaya murah, pengoperasian mudah, tahan lama, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Inovasi dibuat dengan tujuan untuk mencapai keuntungan yang lebih maksimal. Efisiensi dan efektivitas selalu menjadi tolok ukur dalam perwujudan inovasi. Begitu pun dengan projek ekoteknologi dan bak pengendap berkeping (BPB) yang berfungsi menjernihkan air yang sebelumnya telah tercemar oleh limbah fisik di berbagai daerah di Indonesia.

BPB yang dipraktikkan di areal tambak Unit Pembinaan Budi Daya Air Payau (UPBAP) Provinsi Jabar terbukti memiliki efisiensi penjernihan sebesar 87,8% dan efisiensi pengolahan 89,4%. Peneliti BPB Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (Pusair) Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum, Rahmadi Herman Santosa mengatakan persentase tersebut sudah cukup menunjukkan efisiensi yang dihasilkan oleh BPB lebih dari cukup. 

Adapun hal yang dicapai dari dibangunnya BPB di UPBAP adalah keuntungan secara ekonomis dalam bertani udang. Sebelum dibuat BPB, 3 dari 13 kolam di sana harus dipergunakan untuk pengendapan air baku. Namun berkat adanya BPB, maka tiga kolam tersebut dapat digunakan untuk bertani udang. Otomatis, keuntungan petani akan bertambah.

"Dari tiga kolam yang menggunakan BPB tadi, dapat dihasilkan 6,6 ton dalam sekali panen. Total keuntungan lebih yang mungkin dapat dicapai dalam waktu satu tahun sebanyak Rp 250 juta," ujar Rahmadi.

Keuntungan lain yang bisa dicapai dengan BPB adalah dihasilkannya air jernih tanpa memerlukan biaya tinggi untuk investasi, operasi dan pemeliharaan. Pengoperasian BPB sangat mudah sehingga hanya memerlukan SDM lokal tanpa kualifikasi pendidikan khusus. Selain itu, BPB dapat terus dipergunakan sampai bertahun-tahun tanpa mengalami kerusakan yang berarti.

"Bak pengendap berkeping tidak memerlukan bahan kimia untuk proses koagulasi sehingga tidak mengeluarkan limbah melainkan lumpur yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk tanaman pertanian," kata Rahmadi. 

Hal itu disebabkan lumpur yang dikeluarkan sering kali berasal dari abu vulkanik hasil erupsi gunung berapi. Sehingga, partikelnya banyak mengandung unsur hara dan sangat baik untuk pertumbuhan tanaman.

Selain itu dari pengamatan di lapangan, BPB dapat digunakan sampai bertahun-tahun tanpa mengalami kerusakan yang berarti. "BPB termasuk bangunan yang kuat sehingga penghematan biaya operasional dan perawatan dapat dilakukan," kata Rahmadi. 

Prospek lain dari penggunaan BPB adalah untuk melindungi Waduk Saguling dari laju sedimentasi. Dengan demikian sejumlah keuntungan yang cukup besar dapat diperoleh PT PLN sebagai pengelola Waduk Saguling ketimbang membiarkan laju sedimentasi seperti saat ini. 

Meski belum dapat direalisasikan, namun implementasi teknologi BPB cukup visibel. Sehingga untuk saat ini, BPB merupakan salah satu teknologi terbaik yang memungkinkan untuk menanggulangi sedimentasi Waduk Saguling.

"Jika pemerintah berusaha mengimplementasikan BPB di hulu Sungai Citarum, maka masalah pencemaran air akibat limbah fisik akan dapat teratasi. BPB merupakan solusi yang lebih baik ketimbang harus melakukan penyodetan sungai Citarum," tutur Rahmadi.

Menanggapi hal itu, pakar lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), Priana Sudjono mengatakan bahwa BDB bukanlah solusi yang tepat untuk mengendalikan pencemaran air di hulu Sungai Citarum. Hal tersebut tidak mungkin karena mengingat besarnya biaya serta dampak negatif lain dari di bangunan BPB terhadap lingkungan sekitarnya.

"Solusi struktural tidak akan mungkin dapat mengatasi sedimentasi Waduk Saguling. Tetap saja solusi nonstruktural seperti penghijauan di daerah hulu Sungai Citarum, penataan alih fungsi lahan yang baik merupakan jalan keluar untuk mengatasi pengendapan yang mengakibatkan banjir setiap musim hujan datang," tutur Priana.

Ia menyatakan, meski bukan merupakan solusi yang cocok untuk mengatasi masalah Sungai Citarum, namun BPB merupakan cara yang baik untuk meningkatkan produktivitas di bidang perikanan. Semakin jernih air yang dihasilkan, maka hasil yang didapat akan lebih memuaskan. "BPB adalah sebuah teknologi yang tepat guna di bidang perikanan," ujarnya. (Agustin Santriana)***

1 komentar:

  1. terima kasih banyak kang Ahmad infonya sistem BPB sangat berguna sekali

    BalasHapus