Sabtu, 26 Juli 2008

Depdiknas Harus Akui Gagal Sediakan Buku Pelajaran


KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Goedang Buku di Pasar Fest ival, Jakarta


JAKARTA, SABTU- Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, diminta berjiwa besar dan berani mengakui gagal dalam penyediaan buku pelajaran yang tidak membebani masyarakat. Kegagalan pemerintah untuk mengatasi persoalan buku pada setiap tahun ajaran baru jangan dialihkan kepada guru atau penerbit.


”Banyak aturan soal pendidikan dan guru yang dilanggar pemerintah meskipun sudah ada undang-undangnya. Tetapi, pemerintah selalu mengambinghitamkan guru. Kami tidak ikhlas jika persoalan buku mahal semata-mata dialihkan kepada guru yang dinilai kolusi dalam pengadaan buku untuk siswa di sekolah tertentu,” kata Sulistiyo, Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), yang dihubungi dari Jakarta, Jumat (25/7).

Pemerintah, kata Sulistiyo, tutup mata terhadap persoalan mahalnya buku dengan tetap tidak membebaskan pajak kertas untuk buku pelajaran. Gembar-gembor program e-book pemerintah juga tanpa perhitungan matang karena masyarakat tidak dapat mengakses buku teks online atau versi cetaknya dengan mudah.

Menurut Fitriani Sunarto, Koordinator Kelompok Independen untuk Advokasi Buku (Kitab), selama ini buku pelajaran sering dianggap sebagai bagian yang terpisahkan dari pelayanan pendidikan. Ketika pemerintah mengumumkan pendidikan gratis, buku pelajaran tidak disubsidi secara penuh.

Padahal, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan buku sebagai bagian dari pelayanan pendidikan dan pemerintah berkewajiban menyediakan buku teks bagi semua mata pelajaran di sekolah.

”Kenyataannya malah sebaliknya. Dana bantuan operasional buku justru dipotong. Padahal, buku itu, setidaknya di tingkat pendidikan dasar, harus disediakan secara gratis untuk setiap siswa di sekolah,” papar Fitriani.

Program e-book pun dinilai tidak tepat sasaran. Di Indonesia penyerapan pengguna internet baru mencapai tujuh persen. Buku-buku digital yang dibeli hak ciptanya oleh pemerintah hanya dapat dinikmati para siswa yang memiliki akses ke internet, yang kebanyakan berasal dari golongan keluarga berada di perkotaan.

1.097 pengaduan
Secara terpisah, di Jakarta Tim Pembinaan Aparatur (Binap) dan Verifikasi Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta menerima 1.097 pengaduan dari masyarakat, sebagian besar soal penjualan buku di sekolah. Tim Binap juga sudah memeriksa 28 kepala sekolah yang diduga menjual buku pelajaran di sekolah kepada murid-muridnya.

Kepala Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta Sukesti Martono mengatakan, laporan dari masyarakat melalui layanan pesan singkat sangat beragam, mulai dari saran, pertanyaan, sampai aduan soal paksaan membeli buku di sekolah. Bahkan, ada orangtua siswa yang mengadu dipungut Rp 10.000 untuk biaya perpisahan. ”Kami akan mengklasifikasikan aduan dan bakal menindak setiap pungutan liar di sekolah, sekecil apa pun jumlahnya,” katanya.

Menurut dia, membeludaknya laporan masyarakat membuat jumlah kepala sekolah yang bakal diperiksa bisa bertambah. (ELN/ECA/PIN)

Sumber : Kompas Cetak

2 komentar:

  1. Saya sependapat gan dengan apa yg anda tulis,kebanyakan unutk buku pelajaran orangtua siswa masih beli sendiri,ini saya alami sendiri gan,sedang yg katanya dapat buku dari sekolah juga terbatas jumlah dan mata pelajarannya,maaf bukannya mo meremehkan mata pelajaran tertentu, yg anak saya dapatkan dari sekolah cuma 3 buku mata pelajaran Agama , bhs indonesia trus satunya saya lupa....( maaf sekali lagi bukan mo menyepelekan ato menganggap rendah pelajaran tertentu ) knapa kok buku pelajaran Agama...mbok ya matematika,ipa,ips...( sekali lagi maaf ), entah keterbatasan dana ato apa saya gak tau gan, dan dari jumlah yg dibagikan pun gak mencukupi untuk 1 kelas yg muridnya 40,akhirnya dari orangtua siswa sendiri berinisiatif membelikan kekurangan buku pelajaran tersebut di luar sekolah dg dana PAGUYUBAN yang telah dikoordinir orang tua siswa.Saya jadi ingat jaman sekolah saya dulu gan,buku paket semua dipinjami dari sekolahan,klo ada materi yg baru,itu tugas guru yg menyampaikan kita" tinggal nyatat.

    BalasHapus
  2. memang menyedihkan gan, pemerintah sering membuat proyek buku tapi sarat dengan berbagai kepentingan, yang menjadi korban murid-murid sekolah dan orang tua siswa....

    BalasHapus