Rabu, 16 Juli 2008

Republik Indonesia - Timor Leste

"Per Memoriam Ad Spem" 


EPA/MADE NAGI / Kompas Images 
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani dokumen yang diserahkan Komisi Kebenaran dan Persahabatan, disaksikan Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta, di Nusa Dua, Bali, Selasa (15/7). Laporan ini tidak menyebutkan individu yang bertanggung jawab dalam aksi kekerasan yang menyebabkan sekitar 1.000 orang tewas di Timor Leste pascareferendum tahun 1999. 


Rabu, 16 Juli 2008 | 03:00 WIB 

Dimulai dari Bali dan diakhiri di Bali. Tugas dan mandat Komisi Kebenaran dan Persahabatan atau KKP Indonesia-Timor Leste yang dipersiapkan di Istana Tampaksiring, Bali, 14 Desember 2004, berakhir di Nusa Dua, Bali, 15 Juli 2008.

Perjalanan panjang penuh tantangan itu patut dikenang karena menumbuhkan harapan.

KKP Indonesia-Timor Leste yang beranggotakan lima komisioner dari tiap negara dan tiga pengganti telah menyelesaikan laporan akhir berikut kesimpulan dan rekomendasi tentang kekerasan dan pelanggaran HAM berat menjelang dan segera setelah jajak pendapat di Timor Leste tahun 1999.

Ketua KKP Timor Leste Dionisio CBS, yang fasih berbahasa Indonesia, menjelaskan laporan akhir. Sementara Ketua KKP Indonesia Benjamin Mangkoedilaga menyerahkan dokumen laporan akhir itu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Jose Ramos Horta, dan Perdana Menteri Kay Rala Xanana Gusmao.

Laporan akhir berisi tujuh bab, dengan kesimpulan utama TNI, Polri, dan pemerintah sipil semuanya memikul tanggung jawab kelembagaan atas sejumlah kejahatan dan pelanggaran HAM berat. Kejahatan itu antara lain pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, penahanan ilegal, penghilangan kemerdekaan fisik berat lainnya, pemindahan paksa, dan deportasi.

Sesuai dengan mandat KKP, pengungkapan kebenaran dengan mengedepankan persahabatan tanpa melalui proses penuntutan. Penekanan diberikan pada pertanggungjawaban institusi atau kelompok dan bukan pada tanggung jawab perseorangan. Pemerintah dan negara secara moral politik akan mengambil alih tanggung jawab.

Laporan akhir KKP memuaskan kedua negara, setidaknya terbaca dari sambutan Yudhoyono dan Horta setelah menerima dokumen resmi. Tujuh rekomendasi lantas direspons, terutama yang paling mudah dilakukan dengan berbicara, yaitu menyampaikan penyesalan mendalam tanpa kata maaf.

Yudhoyono menyebut hasil KKP sebagai upaya mencari kebenaran hakiki untuk penyelesaian tuntas pelanggaran HAM berat di masa lalu meskipun hal itu dicapai dengan jalan yang kadang menyakitkan.

”Hanya melalui penghitungan yang akurat atas berbagai ketidakadilan massal yang pernah terjadi di masa lampau, kita akan dapat memberdayakan sebuah masyarakat yang terbelah untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Dalam hal ini, berbagai ketidakbenaran tentang apa yang pernah terjadi harus dikeluarkan agar proses rehabilitasi efektif,” ujar Yudhoyono.

Horta mengemukakan beratnya memberi maaf. Namun, Horta menarik napas dalam setelah membaca kembali pernyataan-pernyataannya tentang bagaimana memberi maaf. ”Perlu keberanian lebih banyak untuk memberi maaf daripada mengambil senjata,” ujarnya.

Seusai penyerahan laporan akhir KKP dan sambutan berisi apresiasi dan komitmen menjalankan rekomendasi, Yudhoyono, Horta, dan Xanana menandatangani pernyataan bersama untuk mengikat semua yang terucap. Suasana persahabatan untuk menatap masa depan yang lebih baik merebak.

Hangat penuh persahabatan
Suasana hangat penuh persahabatan sudah mewarnai pertemuan bilateral sebelumnya di Ruang Tabanan, Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali. Yudhoyono dengan setelan jas hitam, dasi merah, dan peci hitam menyambut Horta dan Xanana.

Yudhoyono menyalami, memegang tangan, menepuk pundak, dan mengelus lengan Horta dan Xanana. Sapaan hangat disampaikan Yudhoyono sambil mempersilakan mereka duduk. Sementara Yudhoyono menyalami delegasi lain, Xanana berdiri menunggu untuk mempersilakan Yudhoyono duduk di kursinya.

Pertemuan bilateral mendahului penyerahan laporan akhir KKP. Saat memberikan sambutan setelah menerima laporan akhir KKP, gantian Horta memuji Indonesia yang maju berkembang menjadi negara demokratis meski melalui penderitaan dan kesulitan sejak ingin merdeka hingga pengalaman 10 tahun terakhir.

Pujian juga dilayangkan untuk Yudhoyono yang juga cukup populer di Timor Leste. Selain menengok pelanggaran HAM berat dan penderitaan, Horta juga memuji peran dan kontribusi Indonesia selama 24 tahun berkuasa di Timor Leste. Komisioner KKP Timor Leste adalah generasi baru yang disebut Horta merasakan peran Indonesia di Timor Leste sehingga tidak heran mereka paham dan fasih berbahasa Indonesia.

Dengan kehangatan hubungan dan semangat untuk melihat kebenaran di masa lalu, tidak untuk penuntutan, tetapi untuk mempererat persahabatan yang pernah erat terjalin, hasil akhir KKP diserahkan. Dokumen diberi sampul bertuliskan semangat KKP, yaitu ”Per Memoriam Ad Spem”, yang artinya melalui kenangan menuju harapan.

”Mari kita kenang, peduli, dan tidak melupakan mereka yang menjadi korban di kegelapan malam pada masa lalu kita. Dengan mengenang mereka, mari kita bulatkan tekad bahwa apa yang telah menimpa mereka tidak akan pernah terjadi lagi pada umat manusia. Sepanjang kita kukuh menjaga tekad tadi, masih ada harapan membangun kemanusiaan yang lembut, damai, dan nyata di antara kita,” ujar Yudhoyono. (INU)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar