Rabu, 16 Juli 2008

Harga Bahan Kaus Terdongkrak

Jutaan Rupiah Hilang Saat Pemadaman Listrik

Rabu, 16 Juli 2008 | 12:00 WIB 

Bandung, Kompas - Krisis energi listrik yang terjadi beberapa bulan terakhir tidak hanya menghambat produktivitas dunia usaha, tetapi juga berimbas pada kenaikan harga bahan baku. Akibatnya, harga jual kaus yang diproduksi di kawasan Suci pun meningkat sekitar 20 persen.

Marnawie Munamah, Ketua Umum Koperasi Perajin Sentra Kaus Suci, Selasa (15/7) di Bandung, mengungkapkan, sejak awal Juli 2008, harga bahan baku kaus meningkat 20 persen. Kenaikan tersebut terjadi secara mendadak, menyusul adanya krisis energi listrik.

Akibatnya, setiap unit usaha kaus menderita kerugian mencapai puluhan juta rupiah. "Kerugian terjadi karena pesanan kaus yang masuk pada akhir Juni dengan harga lama, tetapi harus diproduksi pada Juli dengan patokan harga baru," kata Marnawie.

Pemilik industri kaus Planet Production, Wawan Gunawan, mengatakan, secara umum harga bahan baku naik, baik kain, benang, maupun plastik. "Harga kain yang biasanya hanya Rp 36.500 per kilogram kini menjadi Rp 43.800 per kg. Begitu juga harga plastik dari Rp 19.000 menjadi Rp 22.800 per kg," ujar Wawan.

"Saat itu proses produksi baru mencapai seperempat, tetapi tiba-tiba harga naik. Akibatnya, kami rugi hingga Rp 20 juta karena kesepakatan harga berdasarkan patokan harga lama," ujarnya.

Pascakenaikan harga bahan baku, harga kaus termurah menjadi Rp 4.100 per potong atau naik Rp 600 per potong. Harga kaus termahal naik dari Rp 25.000 menjadi Rp 30.000 per potong. Pesanan meningkat

Memasuki masa kampanye partai politik, pesanan kaus dan bendera partai politik meningkat tajam. Pemesanan bukan hanya dari Jawa Barat, melainkan juga dari Jakarta, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Menurut Wawan, selama sepekan terakhir, pesanan yang diterima mencapai puluhan ribu potong per hari. Permintaan diperkirakan membeludak pada Maret-April 2009.

Krisis listrik yang belum tuntas itu membuat sejumlah pengusaha kaus khawatir pesanan besar tidak terpenuhi tepat waktu. "Pemadaman listrik kadang dilakukan tiba-tiba tanpa pemberitahuan resmi dari PLN," ujar Wawan.

Menurut dia, dalam sekali pemadaman, omzet produksi yang hilang sekitar Rp 82 juta per hari. Kerugian tersebut akan melambung jika pemadaman listrik berlangsung saat produksi kaus mengalami puncak.

"Kami berencana membeli genset, tetapi belum terwujud. Dengan jumlah peralatan produksi yang banyak, dibutuhkan dana sangat besar," ujar Wawan yang mengoperasikan 100 mesin obras, 100 mesin jahit, dan 10 mesin pres kaus.

"Kami berharap, kebijakan yang diputuskan pemerintah jangan sampai memicu kenaikan harga produksi ataupun bahan baku. Ini akan sangat memberatkan dunia usaha," kata Marnawie.

Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia Jabar Dedy Wijaya mengatakan, pemerintah harus menerapkan aturan main yang jelas pada pemutusan kebijakan energi. Kebijakan energi yang diputuskan tanpa melibatkan pemangku kepentingan akan merugikan pengusaha dan kelangsungan hidup karyawan. (ABK)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar