Rabu, 23 Juli 2008

Maria Tak Tahu Cita-citanya...


INGGRIED DWIWEDHASWARY
Maria (15), sedang mengupas kerang di kawasan Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (22/7). Kesulitan ekonomi membuat bocah asal Bangka ini berhenti sekolah kelas V SD.


"Cita-cita.... Apa ya? Aku enggak tahu mau jadi apa," kata Maria (15) polos. Pertanyaan tentang cita-cita itu ternyata tak mudah ditemukan jawabnya. Maria adalah satu dari ratusan anak pengupas kerang di kawasan Cilincing, Jakarta Utara. Jawaban itu tak begitu saja dilontarkan Maria. Ia harus berpikir sejenak untuk mengeluarkan jawaban tersebut hingga akhirnya menyerah dan berkata "tak tahu". 


Sesulit itukah bermimpi bagi seorang Maria? Jawaban lebih spontan justru keluar saat ditanya duduk di kelas berapa ia saat ini. "Seharusnya kelas II SMP, kalo terus," jawabnya. 

Rupanya Maria masih terus mengingat jenjang sekolah yang seharusnya ia jalani meskipun sudah 3 tahun ditinggalkannya. "Aku cuma sekolah sampe kelas V. Makanya, enggak tahu mau jadi apa," ujar Maria. 

Maria ditemui Kompas.com saat tengah melakukan pekerjaannya mengupas kerang, Selasa (22/7) siang kemarin. Maria bersama seorang adiknya ikut merantau ke Jakarta bersama paman dan bibinya. Enam tahun sudah ia meninggalkan ayah, ibu, dan ketiga adiknya yang masih berada di Pulau Bangka. Alasan ekonomi membuat Maria harus mengubur segala impian dan tak berani menggantungkan cita-cita setinggi langit. Ia sadar, ayah dan ibunya yang hanya seorang buruh perkebunan kelapa sawit di Bangka tak akan mampu membiayai sekolah anak-anaknya. 

Bagaimana dengan adiknya yang juga merantau bersama Maria? "Adikku masih sekolah. Sekolah gratis. Sekarang kelas 6. Tapi kebutuhannya dari aku semua," katanya. 

Maria pun dengan jujur mengakui bahwa keinginan untuk kembali mengenakan seragam sekolah masih tertanam di benaknya. Apa boleh buat, ia merasa tak punya pilihan. "Nantilah kalau ada biaya, mudah-mudahan bisa sekolah lagi," ujar Maria.

Upah mengupas kerang yang biasanya ia terima dalam sehari sekitar Rp 10.000 hingga Rp 20.000. Atau, hitungannya mengupas satu drum rebusan kerang seberat lebih kurang 12 kilogram. Jam kerjanya tergantung setiap pengupas. Ia sendiri selalu memulai pekerjaannya pukul 11 siang hingga 5 sore. "Jamnya enggak tentu juga. Tergantung, selesai beres-beres rumah ama nyuci jam berapa," ujarnya.

Biasanya, Maria dan para pengupas kerang lainnya menerima pekerjaan itu secara borongan. "Kalo kerjanya cepat, ya bisa dapat banyak. Kalau lambat, ya sedapetnya atau ngerjain satu borongan dengan teman-teman lain," katanya. 

Untuk apa uang hasil keringatnya itu? "Buat beli baju dan celana. Sebagian ditabung biar bisa pulang ke Bangka. Aku belum pernah pulang sama sekali, kangen ibu ama adik-adik," jawabnya penuh harap. Harapan sederhana seorang Maria.

Inggried Dwiwedhaswary

Tidak ada komentar:

Posting Komentar