Sabtu, 12 Juli 2008

Liga (Sudah) Berubah, PSSI Kapan?

Rossi Finza Noor - detiksport


Logo Liga Super (ilustrasi)

 

Jakarta - Liga Indonesia kembali bergulir. Semua aspek diperbarui dari format kompetisi, nama, hingga logo. Ironisnya, pembaruan belum juga terjadi dari induk sepakbola Indonesia, PSSI.

 
Musim lalu kompetisi divisi utama Liga Indonesia tuntas dengan beberapa catatan. Jadwal kompetisi yang terlalu panjang akhirnya mengakibatkan Indonesia tak bisa mengirim wakil ke Liga Champions Asia. Itu baru satu hal, masih ada beberapa hal lainnya.

Salah satu yang paling disorot adalah soal kerusuhan antar penonton. Kerusuhan di Kediri pada babak delapan besar akhirnya terulang kembali di babak semifinal. Parahnya, kerusuhan di semifinal tersebut hingga meminta korban jiwa. Adalah suporter Persija Jakarta, Fathul Mulyadin, yang ketika itu meninggal dunia akibat dikeroyok suporter Persipura Jayapura.

Akibat kejadian itu Mennegpora Adhyaksa Dault memutuskan final Liga Indonesia dipindah ke Bandung. Ia juga sempat menyatakan Stadion Gelora Bung Karno terlarang untuk kompetisi nasional, meski di kemudian hari ia akhirnya memperbolehkan Persija meminjam stadion kebanggan nasional itu sebagai kandang.

Namun, itu semua masa lalu. Badan Liga Indonesia (BLI) selaku badan yang mengatur jalannya roda kompetisi akhirnya mencoba melakukan perubahan. Format kompetisi berubah menjadi satu wilayah dengan jumlah klub yang lebih sedikit, yakni 18 klub. Babak delapan besar pun ditiadakan. Logo baru dimunculkan dengan desain yang lebih modern dan terkesan dinamis.

Nama baru pun akhirnya disandang, 'Indonesia Super League'--atau gampangnya Liga Super Indonesia. Imbasnya, divisi utama Liga Indonesia kini menjadi kompetisi kelas dua di Indonesia ini. Jelas tampak bahwa BLI ingin kompetisi ini menjadi sebuah kompetisi yang eksklusif. 

Saking eksklusifnya, verfikasi pun dilakukan terhadap klub-klub yang ingin ikut ke dalam "golongan elit" ini. Bagi klub yang ingin ikut, mereka harus bisa memenuhi 'Manual K' yang di dalamnya tertuang tuntutan agar setiap klub bisa memenuhi lima tuntutan tahap seleksi yakni sporting, infrastruktur, personil dan administrasi, legalisasi, dan yang terakhir finansial.

Kalau sudah begini Liga Super berarti telah diarahkan ke arah liga yang lebih profesional ketimbang musim lalu. Yang namanya profesional, tentunya segala hal yang terlibat di dalamnya juga harus demikian. Salah satu yang bisa disorot adalah kepemimpinan wasit. Ingat, kepemimpinan wasit yang dinilai tidak becus bisa memicu kemarahan suporter. Bisa dijadikan contoh adalah kasus kericuhan di Kediri musim lalu. Saking kesalnya, salah seorang suporter tertangkap kamera TV melayangkan pukulan kepada wasit.

Yang tak ketnggalan juga adalah dituntutnya suporter Indonesia untuk lebih dewasa sehingga tidak gampang terpancing dengan provokasi--yang buntut-buntunya juga bisa menimbulkan kericuhan.  

Kalau kompetisinya sudah (berusaha) berbenah, bagaimana dengan PSSI? Hanya Tuhan yang tahu kapan mereka akan melakukan perubahan. Yang jelas hingga saat ini mereka masih mempertahankan Nurdin Halid sebagai ketua umum. Padahal FIFA--induk sepakbola internasional--sudah tak mengakui lagi pria yang divonis penjara dua tahun itu sebagai seorang ketua umum.  

Berbagai desakan, kritik, hingga demo yang pernah dilakukan kelompok suporter Indonesia tak membuat PSSI mengubah pendirian. Bahkan mereka beberapa kali menunda melakukan pembicaraan dengan KONI terkait masalah kepengurusan PSSI di bawah Nurdin dan hasil kongres FIFA yang diadakan di Australia.

Namun, daripada lelah menanti sikap dari PSSI, mungkin ada baiknya pencinta sepakbola nasional menikmati dulu gelaran baru kompetisi Liga Indonesia, 'Indonesia Super League', yang akan dimulai Sabtu (12/7/2008) besok. Setidaknya, kompetisi ini sudah berusaha melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Imbasnya, perubahan ini kita harapkan juga bisa menular hingga ke tim nasional Indonesia. Semoga.

(roz/din)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar