Di Bandung Utara, di hulu Sungai Cidurian pada ketinggian 981 meter dari permukaan laut, 1,5 km sebelah timur Tahura Ir. H. Djuanda atau 500 meter tenggara kantor Desa Ciburial, ada tempat yang bernama Lebaksiuh. Apabila didata di seluruh Tatar Sunda, terdapat banyak nama tempat yang memakai kata siuh. Sekadar contoh, Lebaksiuh di Ciawigebang Kab. Kuningan, Lebaksiuh di Desa Cipicung Kec. Culamega Kab. Tasikmalaya, Lebaksiuh di Kec. Jatigede Kab. Sumedang. Artinya, di Tatar Sunda pernah tumbuh subur tumbuhan siuh.
Yang akan dibahas dalam tulisan ini khusus tentang Kampung Lebaksiuh di Desa Cipicung Kec. Bantarkalong (kini Kec. Culamega) Kab. Tasikmalaya. Tempat ini sangat berarti dalam sejarah Jawa Barat karena pernah ditinggali Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan antara tahun 1686-1690. Jauh setelah itu, pada masa kemerdekaan, Kampung Lebaksiuh sangat berperan dalam kelangsungan pemerintahan Provinsi Jawa Barat karena Lebaksiuh dijadikan pusat pemerintahan darurat selama tujuh bulan (1947-1948).
Dalam rangka mengenang revolusi kemerdekaan, patut direnungkan untuk berterima kasih kepada masyarakat di sana, salah satunya dengan memberdayakan masyarakat Lebaksiuh dengan menanam siuh secara massal di antara pohon kelapa atau di bukit-bukit, di sepanjang aliran sungai.
Masyarakat diberikan pengetahuan budi daya pohon siuh, keterampilan dan teknologi pengolahan atau cara pembuatan sirupnya, serta pengetahuan pengemasan dan pemasarannya.
Insya Allah, buah siuh akan menjadi buah tangan andalan dari Tasikmalaya, melengkapi berbagai bentuk kerajinan tangan yang sudah terlebih dahulu populer. Dengan segala kreativitas warganya, program pemberdayaan semacam ini akan berjalan baik, asal tidak direcoki.
Asam, manis, dan segar
Dalam bahasa Sunda, lebak bisa berarti lembah, lahan yang lebih rendah dari tempat kita berada atau lahan datar di antara dua bukit. Sangat mungkin, di tempat yang secara morfologi berada di lembah di antara dua bukit itulah tumbuh subur tumbuhan siuh yang buahnya asam manis menyegarkan sehingga menjadi ciri tempat. Nama tempat yang menggabungkan dua unsur, yaitu keadaan geomorfologi dengan nama tumbuhan.
Siuh adalah tumbuhan merambat, buahnya seperti buah konyal atau markisa, namun kulit buahnya tidak sekeras buah konyal. Yang membedakannya, rasa buah siuh yang matang lebih segar, agak masam manis, dengan warnanya yang menarik, tidak sepucat buah konyal. Namun, sayang kini sudah banyak yang tidak mengenalinya lagi.
Siuh mempunyai mahkota bunga berwarna keputih-putihan dengan aromanya yang khas dan harum. Bunganya berkelamin dua (hema-prodit), termasuk penyerbuk silang dengan bantuan lebah madu. Namun, penyerbukan sendiri pun dapat berlangsung baik. Daun dan batang daunnya lebar menjari.
Tumbuhan merambat ini batangnya kecil dan panjang, merambat dengan bantuan sulur berbentuk pilin. Siuh berakar tunggang dan akar samping berupa serabut yang lunak. Perambatan dengan sistem pagar, memudahkan pengaturan percabangannya dan dapat dikombinasikan dengan tanaman lain, seperti kopi, karet, dan kelapa.
Tiang-tiang tempat merambatnya sebaiknya menggunakan pohon hidup dan media rambatnya dapat menggunakan bambu yang dibelah, dianyam renggang.
Setelah bibit ditanam dengan jarak 2 m - 3 m, tunasnya yang telah mencapai anyaman bambu terbawah, ujung bibit itu segera dipotong. Dari tunas yang tumbuh, dipilih tiga tunas yang kuat. Dua tunas dijalarkan pada anyaman bambu terbawah dan satu lagi dibiarkan tumbuh mencapai anyaman bambu teratas.
Bunganya muncul pada ketiak daun, biasanya berdaun tunggal. Bila cabang-cabangnya belum berbunga, perlu adanya pemotongan ujung-ujung cabangnya. Untuk mencapai produksi yang baik, harus secara rutin diadakan pemangkasan. Bila siuh dibudidayakan dengan baik, sirupnya akan menjadi komoditas unggulan. ***
T. Bachtiar, anggota Masyarakat Geografi Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar