AEP Saepudin (39) warga Cibeber Cimahi , salah seorang penerima Alquran Braille, membaca salah satu Alquran yang akan dibagikan bagi 125 penyandang cacat tunanetra di Wiyata guna Jln. Pajajaran Kota Bandung, Rabu (30/7). Acara yang dilaksanakan atas kerja sama dengan LSM Ummi Maktum Voice tersebut bertujuan untuk membantu program pemberantasan buta huruf Braille.* ADE BAYU INDRA
Ya, itulah Alquran Braille yang diproduksi LSM Ummi Maktum Voice (UMV) bekerja sama dengan Yayasan Penyandang Wiyata Guna (YPWG). Produksi Alquran tersebut sebagai upaya memberantas buta huruf di kalangan tunanetra.
"Ini berangkat dari kenyataan bahwa penyebaran Alquran Braille belum merata, padahal sangat dibutuhkan," ungkap staf Bagian Distribusi dan Pembinaan Alquran Braille LSM UMV, Solehuddin. Ia ditemui dalam acara peluncuran 125 set Alquran Braille di Aula Wiyata Guna Jln. Pajajaran Bandung, Rabu (30/7).
Ia mengatakan, sedikitnya 2,5 juta penduduk Indonesia merupakan tunanetra dan 60%-nya beragama Islam. Akan tetapi, jumlah Alquran Braille yang tersebar baru mencapai 3.000 set. "Untuk Kota Bandung dan Jabar, kondisinya lumayan. Sekitar 1.000 set Alquran telah beredar," ujarnya.
Soleh menilai, kondisi itu cukup baik. Oleh karena itu, sudah banyak tunanetra yang mengenal Alquran. Saat ini rasio tunanetra yang sudah paham Alquran Braille dengan yang masih belajar di Kota Bandung sebesar 1:100.
**
SAAT ini tercatat 625 set Alquran Braille yang telah diproduksi LSM UMV dan YPWG. Hanya, penyebaran ke seantero negeri terkendala jarak, ongkos kirim yang melambung tinggi, serta masih kurangnya sosialisasi mengenai Alquran Braille kepada masyarakat tunanetra.
Selain itu, harga Alquran tersebut masih tergolong mahal. Pasalnya, proses pembuatannya dilakukan secara semikonvensional dan bahan bakunya pun khusus.
Alquran yang diproduksi LSM UMV-YPWG, misalnya. Setiap set yang berjumlah 30 buku (sesuai dengan juz Alquran) dijual seharga Rp 1,65 juta. "Sebetulnya, ada yang lebih murah, tapi kualitasnya beda. Kertas yang kami gunakan lebih tebal dan antiair sehingga tidak cepat rusak jika terkena keringat tangan orang yang merabanya. Namanya breef carton. Ini berbeda dengan buatan Yogyakarta yang menggunakan braillon. Karena berupa plastik, kertas itu benar-benar antiair. Kekurangannya, timbul listrik statis. Kalau terlalu lama diraba, akan kesemutan," katanya.
Alquran Braille itu, kata dia, sudah mendapat penashihan dari Departemen Agama. Bentuk dan isinya pun sesuai dengan standar internasional yang dikeluarkan UNESCO. (Eva Fahas)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar