Sabtu, 26 Juli 2008

Simbol-simbol Pop di Pilwakot Bandung

Oleh Yulvianus Harjono

Fathina Galib (20), mahasiswa Universitas Padjadjaran, terheran-heran saat pertama kali menyaksikan deretan poster di kawasan Buahbatu. "Dari jauh, saya pikir itu (poster) promosi film baru Project Pop. Barangkali aja pemainnya baru. Eh, tau-taunya, ternyata calon wali kota (Bandung)," tuturnya sambil tertawa, Jumat (25/7).


Fathina bisa jadi bukan orang pertama yang kecele dengan poster itu. Siapa pun yang pertama kali melihatnya pasti akan berpikiran sama. Adalah pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Taufikurahman-Abu Syauqi sang pembuat sensasi itu. Dalam poster tersebut, pasangan ini berpose layaknya sepasang pelakon film action, lengkap dengan tipografi yang lazim muncul di poster sinema.

"Trendi", demikian bunyi judul besar di poster itu. Pada subjudul muncul kata-kata Menuju Bandung yang Kreatif, Nyaman, dan Sejahtera". Lengkap sudah kelaziman poster film lewat munculnya label informatif yang berbunyi "Coming Soon Bandung, 10 Agustus 2008" (hari H pencoblosan pemilihan wali kota/pilwalkot Bandung) pada bagian bawah poster.


Isi poster ini seolah mendobrak stigma politik dari unsur konvensional yang sarat formalitas dan kekakuan. Warna pop atau produk kebudayaan massa kental terlihat pada pernak-pernik kampanye pasangan calon yang diusung Partai Keadilan Sejahtera ini. Menjelang dan saat kampanye, pendukung meneriakkan yel-yel yang nadanya meminjam lagu "We Will Rock You" dari grup band kenamaan, Queen.

Di berbagai sudut kota, khususnya di dekat kampus dan pusat perbelanjaan, terpampang baliho besar bertuliskan "Trendi" yang tipografinya "membajak" desain logo produk operator telepon seluler Flexi, lengkap dengan warna khas merah dan hijaunya. Desain khas inilah yang paling mengesankan bagi Fathina saat berbicara tentang pasangan calon ini. "Soalnya banyak ditempel di angkot," ucapnya, yang menilai tipografi nama pasangan calon ini sangat eye catching.


Pasangan calon lain pun tidak mau ketinggalan. Meski sudah cukup populer di mata masyarakat Bandung, Dada Rosada yang merupakan calon incumbent tetap memanfaatkan budaya pop untuk berkampanye. Medianya lebih masif, yaitu album musik. Da da da, demikian judul album berisi tujuh lagu itu. Satu lagu, "Burung Berkicau", diciptakannya sendiri. Sisanya dihasilkan sekaligus dinyanyikan Doel Sumbang.

"Pembelotan" politisi
Videoklipnya pun kerap ditayangkan di sejumlah stasiun televisi swasta lokal menjelang dan selama masa kampanye ini. Agar menarik, model-model yang digunakan dalam videoklip ini rata-rata adalah remaja. Meski lagunya dinyanyikan dalam bahasa Sunda, dalam album dan videoklipnya Dada tampak mengenakan setelan jaket kulit. Kostum ini tidak lazim dikenakan politisi, yang umumnya berpose formal dengan jas atau safari.

Hal ini seolah-olah menjadi "pembelotan" kelaziman kostum politisi. Seperti kita ketahui, jaket kulit ikut menjadi simbol budaya pop pada era awal rock 'n roll, tahun 1950-an. Lewat kostum itu, Dada yang diketahui merupakan calon wali kota paling senior, 61 tahun, ini tampak sedikit lebih muda. Pasangan calon lain, E Hudaya Prawira- Nahadi, sebetulnya juga mencoba mendongkrak popularitas mereka lewat unsur budaya populer dengan menerbitkan album lagu. Namun, sayang upaya itu belum terealisasi hingga kini.

Menurut Hendy Hertiasa, pengajar Desain Komunikasi Visual Institut Teknologi Bandung, warna budaya populer dan kreatif yang muncul dalam pilwalkot Bandung ini adalah fenomena baru di dunia politik. Warna yang dimunculkan ini tidak terlepas dari upaya pencitraan baru pemimpin lama. "Kalau terlalu formal (kaku), image-nya di masyarakat akan buruk. Orang-orang lama ini kan rentan dengan image di masa lalu," tuturnya.


Target yang dibidik terutama adalah pemilih pemula atau remaja. "Di Bandung, pemilih pemula ini kan juga mewakili kelompok urban, pelajar, mahasiswa, dan remaja. Jumlahnya tidak sedikit," paparnya. Hal itu memberikan sinyal bahwa politik bukanlah benda mati. Akan tetapi, ia juga tumbuh dalam budaya masyarakat, dalam hal ini budaya pop dan kreatif.

Berkampanye dengan Budaya Pop

Sabtu, 26 Juli 2008 | 14:09 WIB 

Oleh Mohammad Hilmi Faiq


Kebudayaan massa atau pop culture mewarnai pemilihan kepala daerah Kota Bandung. Ada lagu rock "We Will Rock You' milik Queen sebagai yel, ada permen bergambar kandidat pemimpin, ada gambar kandidat yang dirancang lazimnya poster film, ada pula album dengan sampul bergambar calon wali kota mengenakan jaket kulit layaknya penyanyi rock.

Pasangan Taufikurahman dan Abu Syauqi (Trendi) membuat poster bergaya anak muda. Jenis huruf, tata letak, dan gambar pasangan calon ini tak ubahnya poster film di gedung bioskop. Dalam poster, Taufik dan Abu Syauqi berdiri berjajar. Taufik berdiri bersilang kaki, sementara salah satu kaki Abu diangkat seolah menempel di tembok ala Pretty Woman. Taufik tersenyum kalem, sementara Abu nyengir.

Gagasan membuat poster ini lahir dari Syauqi Mujahid Robbani, anak Abu Syauqi. Robbani melihat jargon yang diusung Trendi adalah Bandung yang kreatif, nyaman, dan sejahtera. Unsur kreativitas ditekankan dalam kreasi ini. "Ide didasari gagasan membuat sesuatu yang bisa diterima anak muda dan diterima tempat umum seperti mal," ujar Robbani.

Foto yang dipasang dalam poster tersebut bukanlah foto studio, melainkan foto yang diambil Giman, fotografer pribadi Abu. Giman biasa mengabadikan aktivitas Abu sehari-hari, termasuk saat bersantai.

"Foto saya di poster itu diambil ketika saya sedang berdiri santai seusai acara Rumah Zakat Indonesia setahun lalu di Gegerkalong. Tiba-tiba dijepret saja tanpa penata gaya," kata Abu.

Menurut Robbani, foto tersebut kelihatan modis. Persoalan kemudian muncul. Robbani kesulitan mendapatkan foto Taufik yang berpose selaras untuk disandingkan dengan Abu. Tak kurang akal, Robbani mencari foto Abu lainnya dengan gaya yang tidak kalah trendi. "Jadi, gambar kepala Abu saya ganti dengan kepala Pak Taufik," kata Robbani.

Dengan program Photoshop, Robbani mengutak-atik foto mereka hingga tampak "gaya" dan menjelmalah poster ala selebaran film. Poster yang kini banyak ditempel di berbagai sudut kota ini dicetak 10.000 lembar dengan biaya Rp 6 juta.

Album dan jaket kulit
Tim kampanye Dada Rosada-Ayi Vivananda tak kalah kreatif. Mereka meluncurkan album berjudul Da Da Da yang berisi tujuh lagu tentang Dada yang diproduksi Paguyuban Doeloer Doel Sumbang. Seluruh lagu dinyanyikan dan digubah Doel Sumbang kecuali lagu "Burung Berkicau" yang disusun Dada.

Sampul album bergambar Dada dengan jaket kulit hitam. Foto pertama menampilkan Dada berjalan santai, sementara foto kedua menampilkan gambar Dada tersenyum ceria. Sekilas, nama dan sampul album ini mirip lagu The Police.

Salah satu konseptor album ini, Hendi Sutrisna, menjelaskan, sejak dua bulan lalu dia dan kawan-kawan ingin mengesankan bahwa Dada memiliki jiwa anak muda. Keinginan ini disambut baik oleh Doel Sumbang. Doel kemudian mempelajari pribadi dan kinerja Dada.

Soal nama album, Hendi menjelaskan itu memang terinspirasi oleh lagu The Police, "De Do Do Do, De Da Da Da". "Kami membuat nama yang mudah diingat dan mencerminkan kang Dada," ujarnya.

Selain disebarkan dalam bentuk CD, lagu-lagu tentang Dada ini juga dibuat dalam bentuk nada tunggu ataupun nada dering. Tim Dada-Ayi menggaet operator besar, seperti Telkomsel, Indosat, XL, Flexi, dan Esia, untuk melayani sambungan.

Tim kampanye E Hudaya Prawira-Nahadi kabarnya juga akan meluncurkan album berisi lagu tentang calon perseorangan. Konseptor dan pencipta salah satu lagu ini, Didin Hasanuddin, mengatakan, dalam waktu dekat, album itu dirilis.

Kampanye politik makin seru, makin nge-pop.

1 komentar:

  1. Ceuk sayah mah geus teu aneh jang urang Bandung khususna, umumna Urang SUNDA. Komo dina "Nabrak kabiasaan". Kitu deui teu aneh mun dilakonan ku kader PKS. Pedah barudak ngora keneh kitu??? Jadi riweuh mun formal teh.
    Kuring oge kungsi nempo model kampayeu PKS nu niron bungkus "Puyer Bingtang 7" nu kabeneran pisan nomer 16. Kuring oge jadi tumanya. Naha geus idin, can ka "PT. Bintang Toejoe"-na? Mun acan teh, kumaha mun si PT ngagugat? Atawa si PT. ngarasa untung oge jadi sakalian diuntungkeun?
    Leupas tina untung atawa henteu, etika "mipit kudu amit, ngala kudu menta" tetep kudu dilakonan.
    Punten, ah sanes rek mapatahan ngojay ka meri atawa ngajarkeun ngendog ka hayam. Kuring mah ukur ngingetan wungkul.
    Pedah we maranehna ngaku Partey Da'wah.

    BalasHapus