Bringing Indonesia to Bandung
ENGGAK usah jauh-jauh keliling Indonesia jika ingin melihat kebudayaan Papua. Enggak perlu capek-capek mengunjungi Borneo jika ingin mengetahui lagu-lagu daerahnya. Belia cukup hadir di gelaran Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) yang bertempat di SMAN 2 Bandung, 22-26 Juli lalu. Buat yang enggak sempat menyaksikan, simak hasil liputan belia ini!
Acara yang dibuka di Sabuga, Selasa (22/7), dimeriahkan oleh paduan suara SMAN 2 Bandung, berbagai tarian dari siswa SMP dan SMA Kota Bandung. Enggak lupa, KPA 3 yang udah kesohor namanya pun, ikut ambil bagian untuk memeriahkan acara pembukaan yang dihadiri oleh Menteri Pendidikan Bambang Sudibyo danWakil Gubernur Jabar Dede Yusuf.
Bertepatan dengan Hari Anak Nasional, 23 Juli, berbagai lomba pun dilaksanakan. "Awalnya ada lomba di tingkat kota masing-masing, sebanyak 60 mata lomba. Tapi yang dipertandingkan di tingkat nasional hanya 6 lomba, yaitu menyanyi solo, tari kreasi, MTQ, seni kriya, lukis poster, dan cipta baca cerpen," ucap koordinator pelaksana acara Vanny Wandari. Peserta lomba berasal dari 33 provinsi di Indonesia, dan setiap provinsi rata-rata terdiri atas 8 peserta. "Masing-masing mengirimkan satu orang untuk ikut bertanding di lomba-lomba tadi, kecuali untuk lomba tari kreasi itu dua orang penari," tutur Vanny, yang juga jadi ketua panitia di FLS2N tingkat Kota Bandung.
Lomba melukis poster
First of all, belia ceritain lomba melukis poster. Mengangkat tema melestarikan budaya Indonesia, lomba ini diikuti oleh 31 peserta. "Ada dua provinsi yang enggak ikutan, dari Sumatra Selatan dan Kep. Riau," kata Anniez Poetrie sang koordinator lomba. Dalam waktu tiga jam, peserta harus mampu menyelesaikan satu poster yang peralatannya disediakan oleh panitia. ‘Enggak dibatasi sih, alat yang dipakai, boleh pakai cat poster, cat minyak, cat air, krayon. Pensil warna, atau spidol juga boleh," ujar Anniez.
Umumnya sih, gambar yang dibuat menonjolkan kebudayaan di daerah setiap peserta. "Acara seperti ini bagus sekali untuk diadakan. Saya menggambar tradisi dari daerah asal saya ‘Sepintu Sedulang’. Ini merupakan acara kumpul-kumpul yang biasa masyarakat lakukan kalau ada perayaan keagamaaan. Seperti Maulid Nabi, biasanya masyarakat membawa makanan ke masjid. Makanya gambarnya orang-orang membawa tempayan di atas kepala dan menuju ke masjid. Ini merupakan contoh dari nilai gotong royong di daerah asal saya," kata Wasis Purbo, peserta dari SMAN 1 Koba Bangka Belitung.
Lomba kriya
Berikutnya adalah lomba seni kriya. Uhm, di lomba ini keliatan banget krativitas 31 orang peserta. "Semua bahan yang dipakai sangat dibebaskan dan menunjukkan potensi atau ciri khas daerahnya masing-masing. Makanya mereka bawa bahan sendiri-sendiri, panitia hanya menyediakan alat seperti gunting dan lem," ucap sang koordinator lomba, Anggy Hariyandi. Sama kayak lomba poster, waktu yang diberikan panitia pun hanya tiga jam. "Yah, lumayan. Saya kan bikin asbak yang diukir, jadinya waktunya pas," kata Romadhon, peserta dari SMAN 1 Tahunan Jepara.
Ada yang bikin anyaman, ada yang bikin ukiran dari kayu, ada juga yang bikin semacam maket rumah dan lingkungan daerah asalnya. Mereka bener-bener membawa kebudayaannya ke sini lewat bahan-bahan yang mereka pakai. Misalnya aja Ermawati dari SMAN 5 Kota Jambi yang membuat anyaman berbentuk vas bunga dari batang tanaman resam. "Tanaman resam ini semak belukar yang biasanya banyak tumbuh di hutan karet. Di Jambi memang banyak banget tanaman ini dan mudah untuk diambil," ucap Erma. Saking semangat ngerjain vas bunganya, jari tangan Erma ini sampai luka terkena cutter.
Setyo Widianto dari SMAN 2 Tanjung Pinang, Kepulauan Riau lain lagi. "Saya bikin bingkai foto dari kulit kerang yang ukurannya besar dan dihias dngan kerang yang ukurannya kecil. Kalau di daerah kepulauan, kulit kerang kayak gini gampang banget didapet. Nelayan hanya ngambil dagingnya, kulitnya bisa ngambil gratis. Dan karena liat banyak kulit kerang gini saya kepikiran aja buat bikin bingkai foto dari bahan ini." Huebat deh...
Lomba tari kreasi
Yang paling banyak penontonnya adalah lomba tari kreasi ini. Bertempat di Bale Seni Dua, para peserta berlomba menampilkan tarian terbaik dari daerahnya. "Enggak ada peraturan khusus, waktunya juga dibebaskan, tapi rata-rata sih penampilannya 7-8 menit. Kalaupun lebih lama dari itu kita enggak potong, kita biarkan mereka menyelesaikan kreasinya," kata koordinator lomba, Rihnenda.
"Kami tadi menari lenggang kembar Betawi. Persiapannya selama satu bulan. Karena ini tari kreasi, kami kreasiin sendiri tapi karena takut keluar dari koridor tari tradisional yang benar, kami juga pakai pelatih," kata Ai Zaini, peserta dari SMAN 6 Jakarta.
Lomba menyanyi solo
Yang enggak kalah seru dari lomba tari kreasi adalah lomba menyanyi. Untuk babak penyisihan, ada 33 peserta dari 33 provinsi. Masing-masing harus menyanyikan satu lagu nasional dan satu lagu daerah. Untuk mendukung penampilan panggung, peserta banyak yang memakai pakaian adat daerah. "Sebenarnya enggak wajib sih, tapi semua provinsi akhirnya bikin kesepakatan untuk make baju tradisional. Kompak banget deh," kata si panitia, Cinatry Kartika.
Kamis (24/7), ada 15 peserta yang masuk babak final. Sama dengan di babak penyisihan, kali ini lagu wajib yang harus mereka nyanyikan adalah lagu "Bendera" karyanya Eross Candra. Untuk lagu pilihannya, peserta membawakan lagu daerah masing-masing. Biar tampil maksimal, untuk lagu wajib, para peserta diiringi oleh full band, lho. Enggak lupa juga kostum yang nunjukkin daerah kebanggaan mereka. Psst, tuan rumah juga ngirimin perwakilannya lho. Ada Barsena Bestandhi dari SMAN 2 Bandung yang juga ngewakilin Jabar.
Lomba MTQ
Sama kayak lomba menyanyi solo, lomba MTQ juga diikuti 33 peserta dari 33 provinsi. Untuk menentukan surat dan ayat yang dibacakan, peserta harus mengambil nomor undian dulu. "Mereka dikasih waktu 5-6 menit untuk baca dan terserah mereka kalaupun kurang dari 6 menit tapi udah selesai," ucap Syarah Nurfaidah, kordinator lomba.
Namanya lomba membaca Alquran, suasana di lantai bawah masjid SMAN 2 Bandung seakan tidak terganggu oleh keriuhan lomba di luar. Semua peserta menunggu giliran sambil mendengarkan temen-temannya melantunkan ayat Alquran.
Lomba cipta baca cerpen
Di hari pertama lomba, peserta diberi waktu selama dua jam untuk menuliskan cerpennya. Baru di hari kedua, para peserta harus membacakan hasil karya mereka di hadapan para juri. "Untuk penilaian, 60 persen dari cerpen yang mereka buat dan 40 persen dari pembacaan. Sebelumnya, juri udah baca cerpen yang mereka buat, kemarin hasil karya mereka difotokopi dan dikumpulkan ke juri," tutur panitia, Farah Aulia.
Di hari kedua inilah, ekspresi, gerak, penghayatan cerita, dan cara pembacaannya dinilai di hadapan juri dan peserta lain. Yang menarik, di lomba ini peserta bisa bertukar pengalaman dan cerita tentang daerah mereka masing-masing. Kayak cerpennya A.A. Sagung Istri Candra Pamdasari dari SMAN 5 Denpasar yang bercerita tradisi so called perjodohan yang hanya ada di Desa Sesetan, Banjar Kaja, Bali. "Ini tradisi satu hari setelah Nyepi. Kelompok perempuan dan laki-laki saling mendorong untuk mendapat pasangan. Bisa sampai berpelukan segala, lho," ceritanya pada belia. Atau tradisi di Papua yang menilai status seseorang atau keluarga dengan banyaknya babi yang dimiliki. Tapi sayangnya, enggak semua peserta bisa membacakan cerpennya dengan tuntas karena hanya diberi waktu 10 menit.
Dari enam mata lomba, pengetahuan belia tentang budaya di berbagai daerah di Indonesia pun bertambah. Semua budaya ini, enggak kalah bagusnya dengan budaya luar yang seringkali diagungkan oleh remaja. Makna persatuan bangsa pun sangat kental di acara ini. Salut buat panitia yang berhasil mengorganize acara berskala nasional ini, juga untuk semua peserta. Semoga, acara seperti ini bisa bikin bangsa Indonesia lebih menghargai budayanya sendiri dan bisa mempererat persatuan. ***
tisha_belia@yahoo.com
Astri Arsita (arsiestar@yahoo.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar