Rabu, 04 Juni 2008

Berwisata Ala "Backpacker"

Solusi Jitu Menjadikan Liburan Lebih Praktis


"BACKPACKER" atau wisatawan ransel dalam lima tahun terakhir semakin dikenal. Tidak hanya di kalangan turis (wisatawan asing), tetapi juga kalangan anak muda di negeri ini.* RETNO HY/"PR"


PERTENGAHAN tahun selalu identik dengan musim liburan. Saat itulah, agen-agen wisata dan biro perjalanan gencar menawarkan paket wisata. Tawaran mengunjungi sejumlah objek wisata di dalam maupun luar negeri dengan harga bervariasi dan kelebihan pelayanan menjadi keharusan.

Bagi sebagian orang yang memiliki uang lebih, melakukan perjalanan dengan menggunakan jasa travel agent, mungkin tidak menjadi masalah. "Tapi, bagi mereka yang memiliki hobi travelling, sedangkan uang tidak cukup, mungkin akan berpikir dua kali untuk turut berwisata dengan menggunakan travel," ujar Wisnu Anggoro (36) salah seorang pemandu wisata (tour guide), saat ditemui di restoran Braga Permai, Jalan Braga Bandung, beberapa waktu lalu.

Oleh karena itu, untuk memuaskan hobi melancong, banyak wisatawan yang memilih untuk melakukan perjalanan individual tour yang lebih dikenal dengan istilah backpacker. Selama ini, istilah backpacker atau backpacking lebih banyak disematkan kepada turis (wisatawan asing) dengan ciri bepergian membawa tas gendong atau ransel.

"Anggapan tersebut tidak semuanya benar, karena sejak dulu berwisata dengan menggendong tas ransel sudah dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk mengirit biaya dengan mengisi ransel dengan bahan makanan dan pakaian seperti akan camping (berkemah). Kini, di saat perekonomian semakin tidak menentu, kebiasaan melakukan perjalanan atau berwisata dengan gaya backpacking kembali menjadi pilihan," ujar Wisnu.

Domestik vs mancanegara
Ada perbedaan melancong secara backpacking yang dilakukan wisatawan luar negeri dengan wisatawan domestik, terutama menyangkut maksud dan tujuan. Wisatawan mancanegara (terutama dari Eropa) melakukan backpacking, umumnya karena pertimbangan waktu. "Karena berharap banyak tempat yang dapat disinggahi dan tidak terikat waktu atau jadwal, maka mobilitas cukup tinggi, sehingga mereka mencari alternatif berwisata yang serbapraktis," ujar Wisnu.

Semisal yang dilakukan Alleni dan Robinson, wisatawan asal Inggris. Mereka memilih untuk mengunjungi sejumlah objek wisata di Jawa Barat dengan cara backpacking dan untuk mempermudah perjalanan tidak berpedoman pada peta, tetapi membayar Wisnu sebagai jasa pemandu.

Sementara itu, backpacking yang dilakukan wisatawan domestik, terutama di kalangan remaja dan pemuda, selain bagian dari gaya hidup juga karena minimnya uang yang dimiliki. Ciri khas lainnya, kaum backpacker luar negeri jarang sekali datang berkelompok. Bila dibedakan dari jenisnya, turis backpacker luar negeri (turis ransel) masuk dalam kelompok individual tour (FIT) atau solo trip, bukan group tour (GIT). Sementara backpacking yang dilakukan wisatawan domestik justru berkelompok atau lebih dari lima orang.

Dilihat dari karakter berwisatanya, turis ransel bukan termasuk beach holiday maupun special interest tour, tetapi lebih mirip round trip (dalam satu pulau) atau overland tour (lintas pulau) dan tidak menyenangi satu objek tertentu. "Sementara backpacker domestik justru berdiam di suatu objek wisata atau berkeliling di satu kota tujuan," ujar Wisnu.

Liburan sekolah memang identik dengan pergi mengunjungi objek wisata. Menikmati suasana tempat lain di luar kota sembari melepas beban setelah ulangan selama seminggu lalu, nyaris membuat anak-anak tidak bisa ke mana-mana.

"Pihak agen pun berlomba-lomba menawarkan jasa pariwisata. Untuk perjalanan ke luar negeri dibanderol dengan mata uang dolar, sedangkan wisata domestik dengan rupiah. Tetapi, kondisi saat ini, di saat harga berbagai kebutuhan naik pascakenaikan harga BBM, peluang untuk mendapatkan konsumen sangatlah sulit, bahkan yang sudah memesan pun ada yang membatalkan," ujar Miranti, bagian pemasaran Global Tour & Travel.

Oleh karena itu, berwisata ala backpacker menjadi pilihan. Tidak hanya dilakukan turis-turis dari mancanegara, tetapi juga oleh sebagian kalangan di tanah air, terutama anak-anak muda. Alasannya, wisatawan tidak terikat oleh jadwal maupun waktu yang dibuat agen dan tidak harus pergi berombongan. "Biasanya cuma tiga atau empat orang dengan bawaannya tidak banyak. Paling satu ransel dan tas gendong," ujar Miranti.

Pilih rute sendiri
Kelebihan dari wisata ala backpacker adalah untuk urusan transportasi bisa memilih sendiri rute dan sarana transportasi yang akan dipergunakan. Mau jalan darat, laut, atau udara, dapat dilakukan sesuai selera dan kemampuan.

Demikian pula halnya dengan kebutuhan penginapan dan makanan. Untuk sejumlah kota tujuan wisata semisal, Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Bali, dan Lombok, ada banyak pilihan penginapan dan tempat makan yang harganya terjangkau.

Di Kota Bandung, kawasan yang menjadi tempat persinggahan para backpacker selain di daerah Kebon Kawung, juga daerah Paledang dan Kebonjati. Sementara Jakarta dikenal dengan Jalan Jaksa, Yogya dengan Pasar Kembang, dan Bali yang dikenal dengan Legian dan lainnya.

Menurut Juliane (32), seorang wisatawan asal Belanda, Kota Bandung dan sekitarnya menjadi salah satu sasaran backpacker. Selain alamnya yang indah dan menarik, juga masyarakatnya yang ramah dan mudah dimintai tolong. "Selain itu, makanannya enak-enak dan sangat murah," ujar Juliane, yang melakukan wisata ala backpacker bersama tiga orang temannya, saat ditemui di Saung Angklung Udjo, Jalan Padasuka, Bandung.

Juliane juga mengatakan, selain merasakan liburan yang mengasyikkan, menjadi backpacker juga banyak mendapat pengalaman. Banyak tempat yang bisa disinggahi selama menuju kawasan wisata yang jadi tujuan utama.

Kini, berwisata ala backpacker semakin berkembang. Bahkan, di zaman serbamahal, sehingga sepeda motor menjadi salah satu pilihan alat transportasi, berwisata ala backpacker malah jadi lebih cocok. Bukan saja lebih hemat waktu dan uang, tetapi juga bisa mengunjungi lebih banyak tempat.

Tak hanya kalangan muda, backpacker juga cocok untuk orang tua, tanpa harus membeda-bedakan kelas sosial atau status kekayaan. (Retno HY/"PR")

***

Bagian dari Gaya Hidup


TIDAK hanya tempat wisata, pasar pun dapat menjadi tempat tujuan bagi "backpacker".* RETNO HY/"PR"

JALAN Pasirkaliki, tepatnya antara Jalan Kesatria dan menjelang perempatan Jalan Pasirkaliki-Padjajaran, pada malam hari terasa denyut kehidupannya. Kehidupan yang hanya tampak kala malam hari, juga sangat terasa di kawasan Gardujati dan Cibadak. Di beberapa tempat makan dan jajanan, tampak wisatawan mancanegara maupun domestik, yang rata-rata berusia muda, begitu menikmati suasana.

Ketiga ruas jalan di Kota Bandung tersebut, selama ini sudah dikenal sebagai tempat persinggahan kaum backpacker. Selain menu makanan yang banyak pilihan dan bervariasi, harga pun relatif terjangkau. Selain itu, ketiga kawasan wisata kuliner tersebut berada dekat penginapan maupun hotel tempat di mana wisatawan backpacker menginap.

Backpacker atau wisatawan ransel dalam lima tahun terakhir semakin dikenal tidak hanya di kalangan turis (wisatawan asing), tetapi juga kalangan anak muda di negeri ini. Mereka berwisata mengunjungi pelosok kota maupun daerah serta kawasan wisata hanya bermodalkan uang pas-pasan, selebihnya niat dan tekad untuk menyalurkan hobi travelling.

Backpacker umumnya mempunyai ciri-ciri yang membedakan wisatawan jenis ini dengan wisatawan lainnya. Selain ransel yang setiap kali menempel di punggung, backpacker umumnya didominasi oleh kaum muda dengan mobilitas yang tinggi. Mereka tidak hanya menjadikan salah satu objek wisata menjadi tujuan utama untuk dikunjungi, tetapi sepanjang jalan yang dilalui juga menjadi objek kunjungan.

Terkadang, backpacker sering berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain, dari suatu daerah ke daerah lain. Karena kebiasaan berpindah-pindah ini, ransel menjadi pilihan yang sangat praktis. Selain itu, backpacker juga selalu menggunakan hotel atau penginapan yang sederhana dan mereka berwisata ke suatu tempat umumnya tanpa menggunakan jasa travel agent atau biro perjalan wisata.

Salah seorang backpacker asal Surabaya, Gojali Amin, yang datang bersama empat rekannya, memilih liburan ke Bandung dengan cara backpacker karena prinsip menjadi backpacker yang dianggapnya sangat simpel dan mudah. "Modal awalnya cuma butuh tas ransel, yang menjadikan bepergian sangat ringkas, praktis, dan murah meriah," ujar Gojali, diamini empat temannya saat ditemui di Saung Angklung Udjo, Jalan Padasuka Bandung.

Dikatakan Gozali, backpacker sudah menjadi bagian dari gaya hidup dirinya dan sejumlah rekan-rekannya selepas SMA. Berbekal sebuah ransel berisikan pakaian dan sejumlah perlengkapan sehari-hari lainnya, mereka memulai perjalanan berkeliling kota di pulau Jawa dengan menggunakan fasilitas kereta api dan naik-turun angkutan umum maupun menumpang truk kosong muatan.

Hasrat untuk mengunjungi kota-kota menjadikan Gojali dan rekan-rekannya menjadi backpacker. Karena menjadi backpacker, mereka tidak pernah dipusingkan dengan kota yang akan menjadi tujuan.

"Semula untuk mencari dan menentukan tujuan, kita mencarinya di internet. Namun, biasanya setelah di tengah perjalanan rencana sering berubah bila ada lokasi yang lebih menarik," ujar Umar Kusno, rekan Gojali.

Pengalaman berwisata ala backpacker merupakan oleh-oleh yang sangat berharga karena hampir di setiap tempat pasti menemukan pengalaman baru. Meskipun lelah mendera karena sepanjang hari menggendong ransel, ketika menginjakkan kaki ke tempat tujuan yang diinginkan, semua rasa lelah itu hilang. "Semisal sampai di Kawah Putih Ciwidey, keindahan alam di sana membuat rasa lelah hilang dalam sekejap," Ujar Umar lagi.

Menjadi backpacker tidak membutuhkan keterampilan khusus. Melainkan hanya modal niat dan kebersamaan serta banyak berkomunikasi. Hal lain yang tidak boleh dilupakan sebagai pendatang, seorang backpacker dituntut untuk bersikap ramah pada orang sekitar supaya kalau ada masalah bisa dibantu. (Retno HY/"PR")

***

Perlengkapan Wajib "Backpacker"

BERWISATA ala backpacker tidak cukup hanya menentukan tempat yang akan dituju plus membawa ransel. Selain membuat rencana yang matang dan penuh perhitungan, seorang backpacker juga harus mempersiapkan barang atau perlengkapan yang setidaknya akan membantu selama perjalanan.

Seorang backpacker yang hendak mengunjungi kawasan pantai sudah barang tentu tidak perlu membawa jaket supertebal seperti hendak naik gunung. Demikian pula halnya dengan backpacker yang hendak naik gunung, tentunya tidak mungkin mengenakan pakaian tanpa lengan.

Untuk seorang backpacker dengan tujuan pegunungan perlengkapan standar yang harus dibawa berupa tas punggung, kantong dan alas tidur (ground cloth), serta tenda (yang akan menjadi rumah selama perjalanan).

Selain itu, dibutuhkan perlengkapan tambahan berupa petunjuk arah (kompas), peta jalan atau buku panduan, topi berlampu (headlamp), kertas tisu, kantong sampah, lips balm, pelembab antimatahari (sun screen), pembersih tangan, sikat dan pasta gigi. Perlengkapan P3K seperti plester, Aspirin, tisu antiseptik, obat-obatan untuk mengatasi gatal-gatal dan iritasi akibat bersinggungan dengan tumbuhan beracun, semisal cortaid, juga harus dibawa.

Untuk pakaian, ada baiknya menggunakan sepatu khusus untuk medan yang sulit atau boot hiking (yang solnya tidak rata dan antiair), sandal, dan kaus kaki atau sepatu camping yang ringan, kaus kaki wool, dalaman kaos kaki (jika bertualang ke daerah yang dingin), pakaian dalam (long underwear) sintetik untuk bagian atas dan bawah, celana pendek sintetik. Juga yang sering dibutuhkan namun terabaikan, jaket, topi, sarung tangan dan bandana.

Untuk perlengkapan makan, yang perlu dibawa adalah air kemasan secukupnya, tungku dan bahan bakar (kompor kecil dan parafin), layar aluminium foil, panci atau wajan dengan pegangan atau gagang, pemantik tahan air, cangkir atau mug, mangkuk dan sendok yang ringan, pisau Swiss atau pisau serbaguna. Kalau diperlukan juga membawa busa untuk membersihkan panci, pemurni air (filter, iodin atau pemutih).

Tidak kalah pentingnya bagi backpacker yang akan melakukan perjalanan ke pegunungan untuk membawa jam tangan, peluit, tongkat tracking, kacamata hitam, kamera, dan duct tape (semacam isolasi yang sangat kuat yang bahkan dapat digunakan untuk memperbaiki pipa bocor). Bagi pengguna lensa kontak disarankan membawa cairan pembersih dan kacamata. Demikian pula halnya dengan penderita suatu penyakit alergi, disarankan membawa obat yang biasa dikonsumsi.

Sementara itu, peralatan yang dibutuhkan backpacker dengan tujuan wisata kota atau pantai, bawaan akan lebih ringan. Selain membawa pakaian yang diperlukan tentunya membawa uang yang cukup untuk akomodasi selama melakukan perjalanan. (Retno HY/"PR")***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar