Senin, 02 Juni 2008

Kebhinnekaan Dicederai

Senin, 2 Juni 2008 | 08:09 WIB

KOMPAS/TIMBUKTU HARTHANA
Ulama dan Kyai di Cirebon menyatakan sikap mengutuk keras peristiwa kekerasan yang dilakukan kelompok tak bertanggungjawab dalam kegiatan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Monas, Jakarta (1/6). Kyai Wawan Arwani dari Pesantren Buntet (tengah) didampingi KH Luthful Hakim dari Pesantren Nadwatul Ummah Buntet (kanan) dan Achmad Abduh Ketua Garda Bangsa Majalengka, di Pondok Pesantren Khatulistiwa Kempek.





JAKARTA, SENIN - Kekerasan yang dilakukan massa beratribut Front Pembela Islam dan beberapa organisasi masyarakat lain terhadap anggota Aliansi Kebangssan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan pada peringatan hari kelahiran Pancasila, Minggu (1/6), di kawasan Monumen Nasional, Jakarta, mencederai kehidupan kebangsaan di Indonesia yang menjunjung tinggi kebhinnekaan.

Oleh karena itu, aksi kekerasan tersebut harus diusut oleh kepolisian dan pelakunya dikenai sanksi hukum.

Pendapat yang disuarakan oleh wartawan senior Goenawan Mohamad yang turut serta dalam Aliansi Kebangssan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), juga disuarakan tokoh politik, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pihak-pihak yang terkena aksi kekerasan massa yang beratribut Front Pembela Islam (FPI). Antara lain, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa, yang juga mantan Presiden, Abdurrahman Wahid, Ketua Dewan Pertimbangan DPP PDI Perjuangan Taufiq Kiemas, Direktur Eksekutif The Wahid Institute Achmad Suaedi, Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa DPR A Effendy Choirie, dan Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Tindakan kekerasan yang dilakukan massa FPI itu dianggap ironis karena dilakukan terhadap anggota AKKBB pada peringatan hari kelahiran Pancasila yang seharusnya menjadi landasan pemersatu seluruh komponen bangsa.

Aksi kekerasan yang dilakukan massa FPI itu mengakibatkan peringatan hari kelahiran Pancasila yang sedianya dilakukan AKKBB di kawasan Monumen Nasional (Monas) itu akhirnya bubar. Pada saat yang sama, dua kelompok massa, yaitu Front Perjuangan Rakyat dan Hizbut Tahrir Indonesia berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, menuntut agar keputusan kenaikan harga bahan bakar minyak dibatalkan.

Menanggapi aksi kekerasan yang dilakukan massa FPI terhadap AKKBB, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, aksi kekerasan itu merupakan peristiwa yang memprihatinkan dan bertentangan dengan nilai Islam. Perbedaan pendapat di kalangan masyarakat, tidak harus diselesaikan dengan main hakim sendiri. Sudah saat bangsa ini menghilangkan setiap aksi kekerasan yang mengatasnamakan Islam.

”Saya mengharapkan segenap pihak untuk menahan diri dan tidak terjebak dalam kekerasan dan anarkisme,” ujar Din.

Sementara Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa, yang juga mantan Presiden, Abdurrahman Wahid, mengatakan, Islam menentang kekerasan. ”Ini bukan negara rimba, mau tidak mau harus ditangkap orang-orang itu.” Ia dalam kesempatan itu juga menyerukan agar Front Pembela Islam dibubarkan.

Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) yang tergabung dalam AKKBB Masruchah sangat menyesalkan kekerasan yang dilakukan FPI terhadap para peserta apel akbar AKKBB. ”Kami diserang massa FPI yang membawa bambu dan botol, padahal sebagian besar dari kami terdiri dari perempuan dan anak-anak,” katanya.

Masruchah mengimbau, seluruh elemen masyarakat untuk menghentikan kekerasan dan mengedepankan diskusi dan perdebatan pemikiran yang sehat dalam menyelesaikan perselisihan.

Adapun Munarman, yang mengaku sebagai Komandan Laskar Islam mengatakan, pihaknya membubarkan aksi AKKBB dengan kekerasan karena AKKBB dianggap mendukung Ahmadiyah. Padahal, menurut Munarman, Ahamdiyah adalah organisasi kriminal.

Munarman juga menegaskan, ”Mengapa mereka mengadakan aksi mendukung organisasi kriminal. Mereka menantang kami lebih dulu. Jika tidak siap perang, jangan menantang.”

Setidaknya 12 peserta AKKBB terluka akibat kekerasan yang dilakukan FPI. Di antara yang terluka terdapat Direktur Eksekutif International Centre for Islam and Pluralism (ICIP) Syafii Anwar, Direktur Eksekutif The Wahid Institute Achmad Suaedi, dan pemimpin Pondok Pesantren Al-Mizan KH Maman Imanul Haq Faqih dari Majalengka.

Polisi akan tindak

Juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng menegaskan, Indonesia adalah negara hukum dan menjamin setiap warga Negara untuk menjalankan hak asasinya. Sebab itu, jika ada pelanggaran hukum seperti kekerasan, negara akan melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan secara hukum. Menurut dia, tindakan hukum terhadap pelaku kekerasan akan dilakukan kepada siapa pun, tidak akan pandang bulu.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Abubakar Nataprawira menegaskan, Polri akan menindak tegas siapa pun yang melakukan kekerasan. ”Saya sudah bicara dengan Kepala Polres Metro Jakarta Pusat. Polri sedang mengumpulkan bukti-bukti merupakan rekaman video dari peristiwa kekerasan itu,” katanya.

Kepala Polres Jakarta Pusat Komisaris Besar Heru Winarko mengemukakan, terpecahnya massa AKKBB, atau banyaknya anggota AKKBB yang keluar dari rute yang seharusnya dilalui, menjadikan pengawalan polisi terbagi, sehingga aksi kekerasan yang terjadi pada mereka tidak dapat dicegah.

Sekretaris Jenderal Gerakan Pemuda Ansor Malik Haramain mengatakan, ”Jika pemerintah tidak segera membuktikan dapat bertindak tegas dengan memproses hukum para pelaku kekerasan, Ansor bersama elemen lain seperti Garda Bangsa akan membubarkan FPI.”

Ia menambahkan, pihaknya sudah mulai lelah mendengar pemerintah yang berulangkali berjanji akan bertindak keras terhadap kelompok seperti FPI, tetapi nyaris tanpa bukti.

Aksi kekerasan tersebut membuat para ulama, kiai dan sejumlah organisasi mahasiswa mengadakan pertemuan mendadak di Pondok Pesantren Khatulistiwa, Kempek, Kabupaten Cirebon, Minggu sore.

Sumber : Kompas Cetak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar