Senin, 09 Juni 2008

Kurikulum Dikdasmen Hanya Berorientasi Nilai

BANDUNG, (PR).-
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah (dikdasmen) di Indonesia dinilai hanya berorientasi nilai dan belum bisa memberikan keterampilan kepada para siswanya untuk dijadikan modal hidup. Pelajaran keterampilan sangat penting sebagai antisipasi kemungkinan anak-anak putus sekolah, sehingga bisa bertahan hidup, mandiri, dan tidak jadi beban masyarakat.

Demikian benang merah talkshow bertema "Bandung Bebas Putus Sekolah" yang diselenggarakan Sampoerna Foundation Scholars Club di GSG Salman, Jumat ( 6/6). Talkshow ini merupakan bagian dari acara "Art For Education", sebuah upaya meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan yang menggunakan media pertunjukan seni.

Hadir sebagai pembicara talkshow, praktisi pendidikan UPI Prof. Yaya S. Kusuma, Msc., PhD., seniman Drs. Nyoman Nuarta, Nila Oktavia (Yayasan Komunitas Ruang Publik), dan perwakilan Dinas Pendidikan Kota Bandung.

Yaya mengatakan, Bandung bebas putus sekolah adalah sebuah cita-cita yang perwujudannya membutuhkan kerja keras berbagai pihak baik pemerintah maupun sektor industri dan swasta. Lemahnya ekonomi dan rendahnya motivasi untuk sekolah, tutur Yaya, merupakan penyakit lama yang sulit disembuhkan.

"Yang penting, pendidikan jangan hanya diarahkan untuk memperoleh ilmu tapi lebih penting adalah keterampilan. Sehingga jika seorang anak terpaksa putus sekolah dia bisa mandiri," ujarnya.

Pemerintah Kota Bandung, melalui program Bandung Cerdas 2008, kata Dadang, telah berupaya mengurangi angka putus sekolah, salah satunya dengan upaya penyelenggaraan sekolah gratis.

Menurut Nyoman, sistem pengajaran di Indonesia belum terarah tujuannya dan masih berorientasi pada nilai. Menurut dia, tujuan akhir dari pelajaran adalah bagaimana seseorang bisa memiliki keterampilan yang dapat diaplikasikan untuk hidup.

Sedangkan Nila mengatakan, mahalnya biaya pendidikan merupakan alasan kuat sulitnya mewujudkan Bandung bebas putus sekolah. "Untuk menghasilkan manusia berkualitas dibutuhkan pendidikan yang berkualitas. Sementara pendidikan berkualitas membutuhkan biaya besar," ujar Nila. (CA-168)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar