KOMPAS/LASTI KURNIA
Anak-anak belajar tahapan menanam pohon, mulai dari mencampur kompos hingga memasukkan tanaman dan menyiramnya. Kegiatan itu berlangsung pada hari terakhir Green Festival di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Minggu (20/4).
JAKARTA, SABTU - Pemanasan global (global warming) tidak hanya memberikan pengaruh bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak. Global warming ternyata juga dapat memengaruhi psikologis anak. Bagaimana hal ini bisa terjadi?
Psikolog anak, Fabiola Priscilla Setiawan, MPsi, menjelaskan, kondisi lingkungan yang semakin buruk dapat menghambat anak dalam mengambangkan kecerdasan naturalisnya. "Anak tidak lagi mengenal berbagai flora dan fauna. Kita bisa melihat 90 hingga 95 persen karang mati di Kepulauan Seribu. Bencana seperti banjir dan kebakaran akan membuat anak mengalami stres yang kronik, bahkan trauma karena kehilangan keluarga, tempat tinggal, atau menderita luka fisik dan psikis yang parah. Padahal, dengan kondisi lingkungan yang rusak, bencana alam lebih sering terjadi," papar psikolog yang akrab disapa Febi ini dalam sebuah seminar tentang global warming dan pengaruhnya pada bakat anak, di Jakarta, Sabtu (7/6).
Selain itu, global warming yang ditandai dengan cuaca yang tak menentu, misalnya temperatur yang panasnya luar bisa dapat menyebabkan gagal panen. Akibatnya, akan muncul kelaparan dan malnutrisi serta munculnya berbagai penyakit. "Hal ini akan menghambat anak dalam memperolah pendidikan, mendapatkan dan menyerap stimulasi, maupun mewujudkan beragam potensi kecerdasan dan bakat yang dimilikinya," kata Febi.
Dalam bidang psikologi, sudah dilakukan penelitian yang menunjukkan bahwa memanasnya suhu udara dapat memengaruhi kondisi emosi seseorang sehingga anak menjadi lebih mudah marah, cenderung agresif atau merusak dibandingkan dengan orang yang tinggal di lingkungan yang nyaman.
Positif
Di antara sekian banyak efek yang harus diwaspadai, ternyata global warming juga bisa mendatangkan pengaruh positif jika memandangnya dari sisi yang lain. Efek global warming yang meresahkan justru bisa digunakan sebagai fenomena yang mendorong kita untuk mendidik anak-anak lebih peka, bertanggung jawab, dan termotivasi untuk menjaga lingkungan dan bumi.
"Ibu-ibu atau para orangtua bisa mengenalkan isu global warming melalui berbagai media buku cerita, website, dan bisa menjadi model atau contoh buat anak kita," kata Febi.
Cara lainnya, mengajarkan cara hidup yang bisa menumbuhkan rasa sayang anak terhadap bumi. Febi mencontohkan beberapa hal yang bisa diajarkan kepada anak, yaitu mengajarkan untuk mematikan lampu yang tidak digunakan dan menyalakan AC hanya jika diperlukan.
Selain itu, lanjut Febi, menggunakan kantung kain daripada kantung plastik, menghemat penggunaan kertas, mempelajari cara mendaur ulang kertas secara sederhana, membawa botol air sendiri daripada membeli botol air plastik yang baru, dan menggunakan kain daripada tisu.
ING
Tidak ada komentar:
Posting Komentar