Pengerukan Dilakukan di Sembilan Titik
SEJUMLAH warga bersama anggota Artileri Pertahanan Udara Ringan 3 (Arhanudri 3) Kodam III/Siliwangi, membersihkan sampah dan sedimentasi di Sungai Cikapundung di Kelurahan Kujangsari, Kecamatan Bandung Kidul, Kota Bandung, Jumat (6/6). Kegiatan ini merupakan Gerakan Cikapundung Bersih yang diselenggarakan Pemerintah Kota Bandung bekerja sama dengan Kodam III/Siliwangi, ormas, OKP, dan warga sekitar.* USEP USMAN NASRULLOH
BANDUNG, (PR).-
Sejak diawali tahun 2004, Gerakan Cikapundung Bersih (GCB) belum menunjukkan penurunan sedimentasi di daerah aliran Sungai Cikapundung. Selama enam bulan terakhir, endapan sedimen yang dikeruk di titik tikungan Jln. Cikapundung mencapai 1.240 m3.
Menurut Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung Rusjaf Adimenggala, pengerukan sedimentasi akan diupayakan dilakukan dua kali dalam setahun. "Sedimentasi memang masih banyak, tapi sudah ada pengurangan karena dilakukan penataan terus- menerus," ujarnya.
Umumnya, sedimentasi terjadi karena kerusakan lingkungan di kawasan hulu dan sepanjang daerah aliran sungai (DAS) yang menyebabkan tanah di pinggiran tidak terikat kuat pada pepohonan. Namun, bagian hilir juga belum terjaga baik.
Rusjaf mengaku, sedimentasi tidak hanya terjadi di kawasan Kota Bandung, tapi juga diawali di daerah Kab. Bandung sebagai hulu sungai. "Sedimentasi terjadi karena faktor alam, ketika hujan turun deras tanah ikut tergerus dan biasanya akan tertahan di daerah cekungan seperti beberapa wilayah di Kota Bandung," ungkapnya.
Kegiatan bakti sosial GCB melibatkan sekitar 520 warga dibantu 580 anggota TNI dari Kodim 0618/BS Bandung, OKP/Ormas, dan pegawai dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang berjumlah 1.500 orang. Pembersihan dilakukan di 9 titik, yaitu sekitar Viaduct-Jln. Perintis Kemerdekaan, Pasirkaliki-Cikapayang, belakang Sabuga, Unpas, Pasar Ancol, dan Pasar Kordon.
Dari panjang Sungai Cikapundung yang mencapai 28 km, sekitar 15,5 km di antaranya melintas di Kota Bandung. "Sedangkan 8,5 km di antaranya termasuk dalam kondisi cukup parah karena di kanan kiri bibir sungai dipadati bangunan rumah penduduk," kata Rusjaf.
Ketua Umum GCB Tjetje Soebrata menilai, kegiatan GCB merupakan kewenangan pemerintah pusat yang membawahi tiga daerah. "Namun, koordinasikan bersama-sama dengan kab./kota lain. Juga, harus terus diperhatikan sejauhmana keberhasilan GCB selama ini," ujarnya.
Namun, Tjetje menyatakan, sudah terdapat perbaikan kualitas Cikapundung. Sampah tidak lagi banyak berserakan dan air tidak lagi keruh.
"Trash rake"
Penerapan trash rake atau jaring penangkap sampah dengan menggunakan metode bioremedisi juga menjadi salah satu upaya untuk mengurangi sedimentasi dari tanah dan mengangkut sampah. "Namun, saya dapat informasi terdapat resistensi tinggi dari masyarakat sekitar atas keberadaan trash rake tersebut. Oleh karena itu, kami akan upayakan lagi dalam pembahasan lebih lanjut dengan Pemprov Jabar bagaimana solusinya," kata Tjetje.
Mengenai alasan penolakan pendirian trash rake, Tjetje menilai, mungkin masyarakat menghindari penumpukan atau penyumbatan jalan air akibat dibangunnnya trash rake. "Namun, di sejumlah kota besar, keberadaan trash rake cukup sukses mengangkat dan membersihkan badan air dari sampah. Kami berharap masyarakat mau mendukung upaya untuk memulihkan kondisi Sungai Cikapundung," tuturnya.
Namun, Tjetje menilai, upaya perubahan sikap dari masyarakat sekitar sungai untuk tidak membuang sampah ke sungai menjadi salah satu faktor menuju kesuksesan pembersihan Sungai Cikapundung. "Perubahan perilaku masyarakat tidak buang sampah ke sungai, meski belum signifikan tapi sudah berkurang dan ini perlu didorong terus," katanya. (A-158)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar