Jumat, 06 Juni 2008

Pengerahan Massa Dibatasi


RUU PILPRES Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa (kiri) dan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta (tengah) berbincang dengan Ketua Pansus Ferry Mursyidan Baldan sebelum membahas RUU Pilpres di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.


JAKARTA(SINDO) – Pengaturan kampanye dalam RUU Pemilihan Presiden (Pilpres) mengalami kemajuan penting. Semua fraksi di DPR sepakat membatasi pengerahan massa karena tidak signifikan.

”Sebagai bagian dari pendidikan politik,kampanye dialogis sudah seharusnya dikedepankan. Rapat umum dengan mengerahkan massa sudah tidak penting lagi,”kata Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pilpres dari Fraksi Partai Golkar Ferry Mursyidan Baldan saat rapat kerja (raker) dengan Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa di Gedung DPR, Jakarta,kemarin.

Menurut dia, kampanye dialogis harus lebih diperbanyak dan diutamakan agar rakyat bisa mengetahui lebih mendalam kualitas pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (cawapres) yang diusung partai politik (parpol). Dengan begitu, pemilih tidak lagi memilih kandidat semata-mata karena popularitas capres. Dia mengatakan, kampanye dialogis lebih memungkinkan bagi capres menyampaikan visi, misi, program, dan aksi selama memerintah.

Secara detail, program dan rencana aksi kandidat bisa lebih diperdalam lagi dalam bentuk debat antarkandidat. Terakit debat kandidat dalam kampanye dialogis,Ferry mengusulkan agar difasilitasi negara melalui Komisi Pemilihan Umum, sehingga setiap kandidat mempunyai kesempatan yang sama.”Termasuk ketika debat kandidat harus disiarkan di media elektronik,”ujarWakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) ini.

Gagasan yang dilontarkan Ferry tersebut diamini hampir semua fraksi,di antaranya anggota Pansus RUU Pilpres dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Al Muzammil Yusuf, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Patrialis Akbar, anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa Choirul Sholeh Rasyid,anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan HB Tamam Achda, yang sependapat dengan usulan tersebut. Mensesneg Hatta Rajasa juga setuju jika kampanye dalam bentuk pengerahan massa diminimalisasi.

Namun, untuk menyusun teknis dan mekanisme kampanye dialogis,pihaknya mengusulkan agar dibahas di tingkat panitia kerja. ”Ke depan, kampanye dialogis memang harus digalakkan,” ujar kader PAN ini. Menurut Patrialis Akbar, visi dan misi kandidat nantinya akan menjadi dokumen negara saat kandidat terpilih. Dokumen yang merangkum visi, misi,dan program kandidat terpilih tersebut nantinya juga akan menjadi semacam panduan bagi pemerintahan baru.

Dengan begitu, dalam menjalankan pemerintahan mempunyai arah yang jelas. ”Paling tidak para kandidat merumuskan dalam rencana pembangunan jangka menengah/ panjang (RPJM/P). Dengan demikian,target pencapaian bisa terukur secara periodik,”terang Patrialis. Mengenai pelaksanaan debat capres, Al Muzammil Yusuf mengusulkan agar dilakukan sebanyak sepuluh kali selama kampanye.

Dengan demikian,publik bisa mengetahui betul visi, misi, dan program dari setiap pasangan capres. Pihaknya tidak ingin debat capres hanya sebatas seremonial.” Publik lebih punya kesempatan untuk menguji keseriusan capres melalui kampanye dialogis,”terangnya. Fraksi Partai Demokrasi IndonesiaPerjuangan(FPDIP) juga setuju dengan debat capres. Namun, anggota FPDIP Pataniari Siahaan mengusulkan agar debat capres cukup tiga kali.

Sebab, kalau lebih dari itu akan terjadi pengulangan. ”Kita setuju ada debat capres, tapi jangan terlalu banyak,”protesnya. Anggota Komisi III ini menambahkan,aturan debat capres harus jelas agar tidak terjadi pembunuhan karakter antarkandidat.Sebab, dalam debat selalu diidentikkan dengan juri (panelis) yang seolah-olah mengadili pasangan capres.

Padahal, penilaian para panelis tersebut tidak mewakili pemilih. Namun, penilaian yang diberikan cenderung merusak citra kandidat. ”Ini yang terkadang menjadi persoalan. Kalau kita lihat di beberapa pilkada, kebanyakan debat kandidat dijadikan ajang pembunuhan karakter,”ujar dia. (ahmad baidowi/ maya sofia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar