Jumat, 06 Juni 2008

Visit Indonesia 2008

Meraih 7 Juta Wisman


Kompas/Rony Ariyanto Nugroho / Kompas Images
Wisatawan menikmati pemandangan Kawah Ratu di Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Perahu, perbatasan Kabupaten Subang dan Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (27/5). Pada tahun-tahun sebelumnya, setiap Mei hingga September, wisatawan asing, seperti dari Belanda, Jerman, China, Taiwan, Singapura, dan Malaysia, biasanya mulai banyak berkunjung ke obyek wisata ini.



Jumat, 6 Juni 2008 | 03:00 WIB

Oleh Stefanus Osa Triyatna

Seorang wanita asal Thailand berjumpa Joop Ave, Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi periode 1993-1998, di Pasar Chatuchak, Bangkok, Thailand. Begitu tahu Joop dari Indonesia, dia bertanya, ”Anda tahu Bali? Jakarta? Apakah aman?”

Joop menjawab, ”Tidak aman! Banyak tiger!” Wanita itu melotot dan berkata, ”Tiger? Indonesia memelihara macan?”

”Iya, banyak macan yang siap memangsa karena kamu begitu cantik,” jawab Joop.

Percakapan yang terkesan tak serius, tetapi sebenarnya rasa ingin tahu seperti itu masih ada di benak banyak wisatawan mancanegara (wisman). Masalahnya, sudahkah kita menangkap momentum tersebut untuk menarik minat wisatawan dalam program Visit Indonesia 2008 ini?

Pekan Produk Budaya Indonesia (PPBI), misalnya, ajang pameran karya bernuansa warisan budaya di Jakarta Convention Center yang dibuka Rabu (4/6) itu, sesungguhnya bisa menjadi momentum untuk menarik turis asing.

Selain itu, jadwal pameran, seminar, maupun acara olahraga di sejumlah kota di Tanah Air tentulah bisa ”dijual” sebagai obyek wisata. Kemasan yang menarik dan inovatif pada alam, budaya, dan kuliner Indonesia pun diyakini bisa menarik turis.

Sayangnya, semua kekayaan itu belum dipromosikan secara gencar di tingkat internasional. Akibatnya, indikator lonjakan jumlah wisman dari bulan ke bulan berjalan amat lamban. Badan Pusat Statistik mencatat, secara kumulatif (Januari-April) jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia tahun 2008 adalah 1.864.585 orang atau meningkat 12,71 persen dibandingkan periode sama pada 2007 yang 1.654.351 orang.

Olimpiade dan Visit Indonesia
Menilik moto pesta Olimpiade 2008 ”One World One Dream”, mata dunia dipastikan terfokus kepada satu titik, Beijing, China. Selama 16 hari kompetisi, ribuan atlet dari seluruh dunia akan berkompetisi dalam upaya meraih impian pribadi meraih emas.

Sekelumit tulisan kecil dalam majalah Holland Herald, Volume 43, Maret 2008 itu, ditemukan saat perjalanan bersama delegasi Visit Indonesia 2008 menuju Moskwa di pesawat terbang KLM.

Tema ”Beijing Dreaming” tentu tak secara langsung menjadi batu sandungan untuk Visit Indonesia 2008. Namun, apakah acara itu tak memengaruhi target 7 juta wisatawan mancanegara yang dicanangkan Visit Indonesia 1008?

Pesta olahraga tak cuma menyedot atlet dan tim official, tetapi juga suporter yang memeriahkan pesta olahraga itu. Golongan terakhir inilah yang bakal dibidik China untuk tinggal lebih lama, menikmati tempat wisata dan membelanjakan uang sebanyak-banyaknya di China.

Ironisnya, sewaktu Indonesia menjadi tuan rumah kejuaraan bulutangkis Piala Uber dan Thomas, program Visit Indonesia 2008 hanya sebatas iklan. Industri pariwisata tak tergerak untuk ”menangkap” kebutuhan pemain atau pendukung atlet untuk berwisata.

Sebaliknya, terhadap Olimpiade jauh di Beijing, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik seusai mempromosikan Visit Indonesia di Bulgaria justru dengan optimistis menyatakan, Indonesia punya peluang bagus untuk menarik wisatawan yang sekadar nonton Olimpiade. Rencananya, sebuah kafe kecil di sekitar bandara Beijing akan dijadikan semacam ruang informasi tentang Visit Indonesia 2008.

Direktur Jenderal Pemasaran Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) Sapta Nirwandar, sewaktu peluncuran Visit Indonesia 2008 di Moskwa, mengakui, pencapaian 7 juta wisman bukan persoalan mudah.

”Sulit! Sekarang ini kita mesti masuk dalam perhelatan pesta olahraga Olimpiade. Misalnya, menawarkan berbagai kemudahan bagi wisatawan untuk sekalian berkunjung ke Indonesia. Untuk itu, tawaran menarik berupa paket wisata perlu gencar dipromosikan,” ujar Sapta.

Upaya lain adalah melalui kemitraan, dengan Singapura misalnya, yang tak punya banyak tempat tujuan wisata. Akan tetapi, negara kecil itu memiliki maskapai penerbangan Singapore Airlines (SQ) dengan rute penerbangan luas. Dengan demikian, wisatawan bisa tinggal ”selangkah” lagi menuju daerah tujuan wisata lain di Indonesia.

Maka, kerja sama pun dibangun. Manajer Penjualan Singapore Airlines Irina Mironova mengatakan, SQ membuka rute terbaru penerbangan langsung Moskwa-Singapura yang melayani penerbangan langsung kedua kota itu empat kali dalam sepekan, dan rute Moskwa-Singapura lewat Dubai tiga kali seminggu.

”Ini merupakan kesempatan emas bagi wisatawan untuk melanjutkan perjalanan ke Indonesia. Penerbangan Moskwa-Singapura ditempuh dalam 10 jam, berarti lebih cepat 2-3 jam perjalanan. Kemitraan ini bisa saling menguntungkan,” kata Irina.

Ke depan, terobosan untuk membidik wisatawan Eropa Timur adalah membuka peluang rute penerbangan Moskwa-Jakarta dengan menggunakan Airoflot Rusia Airlines.

Lebih jauh, kata Sapta, Depbudpar berupaya mendukung kegiatan budaya dan kepariwisataan daerah. Bentuknya, mempromosikan kegiatan budaya di daerah dengan memasukkannya dalam agenda Visit Indonesia 2008.

Lagi-lagi Bali
Tak salah mengedepankan Bali. Ibarat pedagang, Bali merupakan ”merek” tujuan wisata paling laku. Anggota Komisi X DPR, M Joko Santoso, mengatakan, sebagai keluarga, anak gadis negara ini tak hanya Bali. Banyak anak gadis yang tak kalah cantik, sayang belum tampil optimal.

Sambil mengutip perkataan Sekretaris Jenderal United Nation World Tourisme Organization (UNWTO) Francesco Frangialli, Joko mengatakan, sesungguhnya Indonesia punya daerah tujuan wisata yang perlu digarap serius, seperti Bunaken (Manado), Ujung Kulon (Banten), Bromo (Jawa Timur), Raja Ampat dan Pulau Komodo. Daerah tujuan wisata ini bisa menjadi ”angsa bertelur emas”.

”Kita mestinya memahami bagaimana cara turis berpikir. Bali adalah Bali. Bali sebagai bagian Indonesia itu hanya berada di atlas. Turis tak peduli dengan Indonesia. Itu sama dengan kita mau ke Danau Toba, tetapi kita tak peduli dengan Sumatera Utara,” ujar Joko.

Sebagai kampanye korporat, Visit Indonesia hanyalah program pendukung. Maka, program itu tak berkorelasi langsung dengan kunjungan turis. Program utamanya justru berorientasi langsung ke daerah seperti Visit Toba Year, Visit Komodo Year, dan Visit Ujung Kulon Year, seperti juga Visit Musi 2008.

Direktur Lembaga Pengembangan Informasi Pariwisata Diyak Mulahela mengatakan, negara tetangga tak bisa dijadikan ”musuh” untuk mendorong pertumbuhan sektor pariwisata. Kemitraan jauh lebih menguntungkan saat Indonesia memiliki keterbatasan, baik anggaran maupun fasilitas, seperti keterbatasan jasa penerbangan.

”Singapura punya target wisman 17 juta tahun ini. Indonesia harus memanfaatkan peluang itu untuk menarik wisatawan mau juga ke Indonesia. Jangan tinggalkan kemitraan, persyaratannya pun standar saja, keamanan dan kenyamanan,” tegas Diyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar