Jumat, 04 Juli 2008

Jafar, Berharap Rezeki dari Tetesan Air Aren


INGGRIED DWIWEDHASWARY
Jafar, penjual es aren yang menjajakan dagangannya dengan berkeliling Jakarta.


INGGRIED DWIWEDHASWARY
Jafar menuang es air aren.

PANASNYA terik matahari siang, tak membuat langkah Jafar (30) surut. Apalagi, dilihatnya ratusan orang tengah melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Bagi Jafar, di tengah teriknya panas, ratusan orang itu menjanjikan rezeki lebih baginya. 


Jafar adalah seorang penjual es aren. Es, yang mungkin jarang kita temui. Tak seperti es doger, es campur ataupun es dawet yang bisa dijumpai di banyak tempat. Modal Jafar hanyalah air aren yang ditempatkannya pada dua batang lodhong (bambu besar). Selain itu, ada dua batang bambu lainnya, untuk menempatkan gelas. Empat batang bambu itu, disatukannya dengan sebuah batang bambu yang berukuran kecil. Membawanya? Dipanggul! 

Tak lelahkah Jafar memanggulnya? "Namanya cari rezeki, ya enggak boleh lelah. Kalo panas gini, capek juga sih. Batangnya aja udah berat. Apalagi kalau ada isinya, tambah berat lagi," kata Jafar.

Air Aren, cerita Jafar, hasil dari pengolahan buah Aren. "Itu loh, dari pohon kolang-kaling. Ngolah-nya gimana, saya juga enggak tahu. Saya tiap hari ngambil di pembuatnya di Rangkas Bitung. Kebetulan, saya juga tinggal di daerah itu," ujarnya.

Setiap hari, Jafar membeli air aren dengan modal Rp 30 ribu rupiah. Satu gelas es aren ia jual dengan Rp 2000. Keputusan Jafar memilih berjualan di Jakarta, karena menurutnya di ibu kota jarang dijumpai penjual es aren. 

"Banyak yang penasaran, kalau saya bawa-bawa ini. Seperti Mbak jugakan? Haha...Ya lumayan rezekinya. Orang nanya, jual apa Bang. Saya bilang es aren, jadi pada mau ngerasain," ujar mantan buruh pabrik ini.

Dalam sehari, Jafar bisa menjual hampir 30 gelas es aren. Baginya penghasilan yang didapatnya cukup untuk membiayai hidup kedua orangtuanya. "Enggak seberapa, tapi enggak apa-apalah. Masih bisa bantu orang tua. Tapi kalau buat nikah, saya belum berani dengan penghasilan segini. Kerja di pabrik dulu lumayan dapetnya (gaji), tapi di-PHK. Biarlah, sekarang gini yang penting halal," katanya sambil tersenyum.

Biasanya, pukul 4 pagi Jafar sudah meninggalkan Rangkas Bitung, menggunakan KRL menuju ke Stasiun Tanah Abang. Dari Tanah Abang, ia pun berjalan menyusuri Jakarta, berharap kucuran rezeki dari tetesan air aren yang dipanggulnya. 

Penasaran? Semoga Anda menemukannya di belantara Jakarta. "Saya muternya kemana-mana. Enggak tentu. Kadang di Blok M, kadang di Senayan, tapi kalo ada aksi saya pasti nguber, banyak yang beli," ujar Jafar.

ING 
Sent from my BlackBerry © Wireless device from XL GPRS/EDGE/3G Network

Tidak ada komentar:

Posting Komentar