SERAMBI/M ANSHAR
Tim Taman Safari Indonesia tengah melakukan pemeriksaan kesehatan seekor harimau sumatera yang sudah dikarantina selama 8 bulan di Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Aceh, Banda Aceh, Kamis (26/6). Lima ekor harimau sumatera yang diduga pernah memangsa manusia di kawasan hutan Aceh itu selanjutnya akan di translokasikan ke kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di Lampung.
Tim Taman Safari Indonesia tengah melakukan pemeriksaan kesehatan seekor harimau sumatera yang sudah dikarantina selama 8 bulan di Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Aceh, Banda Aceh, Kamis (26/6). Lima ekor harimau sumatera yang diduga pernah memangsa manusia di kawasan hutan Aceh itu selanjutnya akan di translokasikan ke kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di Lampung.
BANDARLAMPUNG, JUMAT - Departemen Kehutanan melalui Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Departemen Kehutanan mentranslokasikan atau memindahkan lima ekor harimau sumatera atau Panthera tigris sumatrae dan satu ekor buaya asal Nanggroe Aceh Darussalam ke Lampung. Keenam satwa itu dipindah ke wilayah Tampang Belimbing tepatnya di Kampung Pengekahan Desa Way Haru Kecamatan Tampang Belimbing, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung Barat.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Departemen Kehutanan Tonny Soehartono pada acara pemindahan harimau dan buaya di area Kargo Bandar Udara Raden Intan, Branti, Lampung Selatan, Lampung, Jumat ( 27/6) mengatakan, kelima harimau tersebut merupakan hasil tangkapan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) enam bulan yang lalu.
Kelima harimau yang terdiri atas empat harimau jantan dan satu betina itu ditangkap akibat sering menimbulkan konflik dengan warga sekitar. Warga di sana sudah menolak harimau itu. KOnflik terjadi karena habitat si raja hutan di wilayah NAD sudah rusak dan tidak mampu menyediakan sumber makanan sehingga mereka turun ke permukiman, ujar Tonny.
Begitu ditangkap, kelima harimau itu dikurung dalam kandang ukuran 2x3 meter. Pengandangan selama enam bulan itu tidak memenuhi standar kebebasan dan keliaran harimau. Harimau itu juga menjadi tergantung kepada manusia, terutama dalam hal makanan.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Kurnia Rauf pada kesempatan tersebut mengatakan, berdasarkan survei yang dilakukan menunjukkan hutan di wilayah Tampang Belimbing masih alami dan cocok sebagai habitat baru lima ekor harimau itu. Hal itu didukung dengan kondisi masih penuhnya Tampang Belimbing dengan kijang, rusa, ataupun babi hutan yang merupakan pakan raja hutan itu. Wilayah di ujung selatan TNBBS itu juga penuh dengan sumber air yang mendukung kehidupan liar harimau.
Pemindahan kelima ekor harimau dan satu ekor buaya itu memakan waktu hampir seharian . Dengan menggunakan pesawat sewaan jenis hercules, kelima harimau dan buaya itu menempuh waktu penerbangan selama 3,5 jam. Pesawat terbang dari NAD pukul 07.00 dan tiba di Bandar Udara Raden Intan Lampung pukul 10.30.
Selanjutnya, satwa-satwa itu langsung dipindahkan ke Tampang Belimbing dengan menggunakan pesawat hercules TNI yang berukuran lebih kecil. Satwa-satwa itu dipindahkan dalam tiga shift. Pemindahan itu disponsori Taman Safari Indonesia dan Artha Graha Peduli.
Dokter hewan Bongot, salah satu anggota tim dokter hewan yang memeriksa dan mengawal kesehatan kelima harimau itu mengatakan, saat masih dalam perawatan BKSDA NAD dan menjelang translokasi kelima harimua itu diberi inisial A1, A2, A3, A4, dan A5. Harimau A1 berbobot 105 kilogram berjenis kelamin jantan, A2 berbobot 62 kilogram dan berjenis kelamin jantan, A3 berbobot 106 kilogram berjenis kelamin jantan, A4 berbobot 105 kilogra m dan berjenis kelamin jantan, serta A5 berbobot 50 kilogram dan berjenis kelamin betina.
Kelima harimau itu berumur antara 49 tahun. Saat dipindahkan, kelimanya dalam kondisi sangat sehat.
Lebih lanjur Tonny mengatakan, begitu sampai di Tampang Belimbing, kelima ekor harimau itu tidak langsung dilepasliarkan di hutan tropis TNBBS. Kelima harimau itu akan ditempatkan dalam dua kandang luas untuk beradaptasi sambil diawasi oleh tim dokter ataupun pengelola TNBBS. Proses adaptasi bisa berlangsung beberapa bulan sampai kelimanya siap dilepasliarkan di hutan TNBBS.
Saat siap dilepasliarkan, sebelum dilepasliarkan pengelola TNBBS dan sponsor akan memasang GSM Collar ke setiap ekor harimau. Langkah itu ditempuh untuk memonitor keberadaan harimau-harimau tersebut.
Menurut Tonny, upaya tersebut seklaigus menjadi upaya pemantauan untuk pelestarian harimau sumatera. Selama puluhan tahun, harimau sumatera hidup dalam keterancaman kepunahan akibat aktivitas perburuan liar, perdagangan satwa, konflik satwa, ataupun mitos-mitos.
Menurut informasi Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), harimau sumatera sudah masuk dalam appendix I atau peringkat dengan kekritisan tinggi. Populasi satwa itu di hutan tropis Sumatera diperkirakan tinggal 350-400 ekor saja.
HLN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar