Kamis, 10 Juli 2008

Pemilu 2009

Kampanye Mulai Sabtu, Peserta Dibatasi 


KOMPAS/ALIF ICHWAN / Kompas Images 
Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah), yang juga Ketua Umum Partai Golkar, saat pengundian nomor urut partai politik peserta pemilu di Kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Rabu (9/7), memperlihatkan nomor urut yang diperolehnya. Jusuf Kalla juga menyempatkan diri melihat nomor urut partai politik lainnya. 


Kamis, 10 Juli 2008 | 03:00 WIB 

Jakarta, Kompas - Komisi Pemilihan Umum membatasi peserta kampanye yang akan dimulai hari Sabtu (12/7) mendatang. Partai politik hanya boleh melakukan kampanye dengan pertemuan terbatas, sedangkan rapat umum baru bisa digelar selama 21 hari menjelang pemungutan suara pada 9 April 2009.

Penjelasan awal mengenai kampanye itu diberikan anggota KPU, Sri Nuryanti, seusai penetapan nomor urut peserta pemilu, kemarin. Penetapan nomor urut parpol dipimpin Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary serta dihadiri ketua umum dan sekretaris jenderal dari 34 parpol peserta pemilu.

Sri Nuryanti menjelaskan, KPU akan menyosialisasikan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. ”Nanti akan diatur mengenai jadwal, tempat, waktu, dan metode kampanye yang akan berlangsung selama sembilan bulan tujuh hari,” kata Sri Nuryanti.

Dalam UU No 10/2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD disebutkan, tiga hari sesudah penetapan peserta pemilu, parpol dapat berkampanye dengan metode pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, media massa cetak dan elektronik, penyebaran bahan kampanye dan pemasangan alat peraga di tempat umum.

Untuk pertemuan terbatas, Peraturan KPU No 19/2008 menyebutkan, jumlah peserta paling banyak untuk tingkat pusat 1.000 orang, provinsi 500 orang, dan kabupaten/kota 250 orang. Kampanye harus dilakukan di ruangan tertutup. Untuk pertemuan tatap muka, jumlah peserta dibatasi sebanyak 250 orang.

Nomor urut
Semua ketua parpol peserta pemilu hadir dalam penetapan nomor urut parpol itu, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar.

Sebelum rapat pleno dimulai, Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Zannuba Arifah Chafsoh maju ke depan forum. Ia mengajukan protes atas kedatangan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PKB. Sebelumnya, dua pengurus PKB itu datang ke ruangan anggota KPU, Andi Nurpati, untuk berkonsultasi mengenai kepengurusan yang berhak mengambil nomor urut. Namun, Andi tidak menemui keduanya.

Setelah semua parpol mengambil amplop, Hafiz memberikan aba-aba agar amplop dibuka secara bersamaan. Ketika amplop dibuka, sebagian besar parpol berteriak-teriak menyebutkan nomor yang mereka dapatkan. Suasana menjadi hiruk-pikuk.

Mudah diingat
Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla menganggap nomor urut 23 merupakan nomor yang mudah diingat pemilih.

Sementara itu, Puan Maharani, putri Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri, menganggap nomor urut 28 untuk PDI-P tidak bermasalah. ”Tidak akan berpengaruh pada Pemilu 2009 mendatang. PDI-P akan merebut kembali suara rakyat seperti pada Pemilu 1999 dengan cara mengambil hati wong cilik,” katanya.

Ketua Umum DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring menganggap nomor 8 sebagai nomor puncak. ”Kalau Pemilu 1999, PKS nomor 24. Lalu pada Pemilu 2004 nomor 16 dan pemilu sekarang nomor 8, berarti nomor 8 ini nomor puncak bagi PKS,” ujar Tifatul.

Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali mengatakan, nomor urut 24 merupakan nomor yang baik.

Selama proses pengundian nomor urut, ratusan orang dari berbagai partai pendukung berkumpul di luar kantor KPU. Massa dari partai yang berbeda itu berbaur bersama. Namun, tidak terjadi benturan di antara mereka, sementara polisi berjaga-jaga di depan pintu gerbang kantor KPU untuk mencegah massa masuk ke dalam kompleks KPU.

Masyarakat bingung
Masyarakat Indonesia menilai jumlah parpol sekarang ini sudah terlalu banyak dan malah membingungkan. Idealnya, jumlah parpol peserta pemilu 3-10 parpol.

Lantaran terlalu banyak, masyarakat sulit mengingat atau membedakan nama, tanda gambar, pimpinan, atau sikap politik antara satu parpol dan lainnya.

Semua itu terungkap dari hasil survei nasional Indo Barometer sepanjang Desember 2007. Hasil survei disampaikan Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari, Rabu di Jakarta.

Jumlah parpol yang terlalu banyak seperti itu diyakini justru berdampak melemahkan kualitas pilihan masyarakat.

Hasil survei menunjukkan, 73,3 persen responden mengaku sulit membedakan antara satu parpol dan lainnya. Sebanyak 69 persen responden tidak merasa memiliki kedekatan dengan parpol-parpol yang ada.

Survei juga menunjukkan, PDI-P masih menjadi parpol yang lebih banyak dipilih orang jika pemilu diasumsikan digelar saat ini (ketika survei dibuat). Persentase pemilih PDI-P mencapai 23,8 persen, sementara Partai Golkar sebanyak 12 persen, dan Partai Demokrat sebanyak 9,6 persen. (SIE/MZW/HAR/DWA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar