Rabu, 02 Juli 2008

Sikapi Hati-hati Kelas Internasional

Pius Suratman, "KI tak Berjalan Paralel dengan Peningkatan Kualitas PT"

 

SEORANG mahasiswa asal Malaysia menjelaskan materi kuliah tentang sistem kardiovaskuler kepada rekan-rekannya saat tutorial dengan dosen sebagai fasilitator pada Twinning Program di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Jatinangor, Selasa (1/7). Program tersebut merupakan kerja sama FK Unpad dengan Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM). Setiap tahunnya FK UNPAD menerima 150 mahasiswa asal Malaysia.* USEP USMAN NASRULLOH


BANDUNG, (PR).-
Rintisan pembukaan kelas internasional (KI) di berbagai perguruan tinggi (PT) di Indonesia, termasuk Jawa Barat, tidak selalu berbanding sejajar dengan akselerasi peningkatan kualitas PT. Bahkan, jika tidak diwaspadai dan dikelola dengan profesional, bisa saja KI itu mencerabut para peserta kuliah akar budaya yang membangun identitas karakter yang kokoh.

Demikian pemikiran pakar pendidikan dari Universitas Katholik Parahyangan (Unpar) Bandung, Pius Suratman Kartasasmita, Ph.D., yang dimintai pendapat di Bandung, Selasa (1/7). 

Pius mengakui, KI bisa membawa para peserta kuliah berinteraksi baik secara fisik maupun mental dengan aktor-aktor pembelajar yang melewati batas negara. Hal tersebut tidak hanya melibatkan pergerakan fisik mahasiswa ataupun dosen, tetapi juga pengetahuan yang dihasilkan dari proses belajar tersebut. Namun, apa pun definisi yang digunakan dengan kelas internasional, tidak berbanding sejajar dengan akselerasi peningkatan kualitas PT. 

"Dalam dunia di mana arus globalisasi begitu deras, dengan motor utamanya ekonomi pasar yang kapitalistik, hampir tidak ada satu aspek kehidupan yang luput dari cara hidup kapitalisme, termasuk dunia pendidikan dan bahkan institusi organisasi keagamaan," ungkap Pius.

Oleh karena itu, pilihan mendirikan KI atau tidak kembali berpulang kepada aktor-aktor pendidikan itu sendiri. Kelas internasional dapat menjadi berkah karena memungkinkan para peserta kuliah memiliki wawasan dan bersikap inklusif. "Namun, jika tidak diwaspadai dan dikelola secara profesional, kelas-kelas internasional dapat menjadi the killing field yang efektif untuk mencerabut para peserta kuliah dari akar budaya yang membangun identitas karakter yang kokoh," katanya menguraikan.

Ia menambahkan, pelabelan KI jangan sebatas menjadi lips stick sebuah PT untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. "Cuma ada satu orang asing sudah disebut kelas internasional. Padahal tidak menjamin, kuliah di kelas internasional akan memiliki kepintaran dan keahlian lebih," kata Pius. 

Kualitas sejajar

Di sisi lain, Pembantu Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Dr. Chaedar Alwasilah, M.A., mengatakan, KI menjadi upaya untuk menyejajarkan kualitas pendidikan nasional dengan standar global serta mendapatkan pengakuan dari dunia pendidikan internasional. 

Akan tetapi, menurut dia, langkah tersebut juga harus diikuti kebijakan proteksi dari PT agar kehadiran kelas internasional tidak mematikan kelas reguler dan lulusannya tidak mendominasi pasar kerja di tingkat lokal. "Pembukaan KI ini akan memacu universitas untuk menjadi unggul dalam penyajian kurikulum dan pengajaran sekaligus sarana untuk memosisikan dirinya dalam dunia pendidikan global," katanya.

Dia menilai pembukaan KI bukan merupakan sarana untuk mengeruk uang atau industrialisasi pendidikan. "Jangan sampai kita melarang orang yang punya uang untuk mendapatkan kualitas pendidikan lebih baik, nanti mereka malah kabur sekolah ke luar negeri. Bagi mereka yang mampu, boleh mengikuti kelas ini. Sementara untuk kelas reguler tetap dibuka untuk mereka yang tidak mampu secara ekonomi," katanya.

Harga mahal yang dikenakan kepada para peserta KI, menurut Chaedar, dapat membantu upaya subsidi silang pembiayaan pendidikan lebih maksimal. KI harus dilapisi dengan kebijakan yang melindungi kelas reguler agar nantinya tidak terlalu banyak lulusan KI yang membanjiri persaingan pasar kerja di Indonesia. (CA-168/CA-187)*** 
Penulis:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar